spot_img

Bisikan Jiwa Yang Dimaafkan

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Bisikan jiwa dimaafkan oleh Allah Subhanahu wata’ala karena bisikan jiwa terkadang sulit dikendalikan bahkan sampai kita tidak sadar.

 وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”. (QS. Yusuf: 53).

Bisikan jiwa yang tidak dihisab merupakan rahmat dari Allah karena dulu sempat disampaikan kepada nabi bahwasanya semua yang kita kerjakan dihisab baik yang nampak maupun yang tersembunyi sampai para sahabat merasa berat, mungkin ada yang bertanya apa dalilnya, dalilnya hampir setiap hari kita baca dalam surah Al-Baqarah:

لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu“. (QS. Al-Baqarah: 284-286).

Andaikan ini turun maka tidak ada yang selamat, para sahabat ketika ada ayat yang turun mereka merasa bahwasanya Allah yang berbicara kepada mereka olehnya jika ada perintah mereka kerjakan, jika ada larangan mereka tinggalkan, ketika disebutkan tentang surga mereka berdoa untuk mendapatkannya, ketika disebutkan tentang neraka mereka berlindung darinya, jika disebutkan sifat dan ciri orang munafik mereka merasa takut dan khawatir jangan sampai mereka termasuk didalamnya adapun kita ketika disebutkan orang munafik langsung kita berkata:“Itu bukan saya”, inilah tadabbur para sahabat yang luar biasa makanya mereka membaca Al-Qur’an bukan sekedar bacaan, bukan sekedar hafalan, bukan sekedar ditartilkan begitu saja tetapi mereka mendatabburinya karena mau mengamalkan Al-Qur’an.

Ketika ayat diatas turun ramai para sahabat datang kepada Rasulullah dan berkata:”Ya Rasulullah sungguh telah turun ayat kepada anda yang memberatkan kami”, Nabi bertanya:“Apa itu”, mereka kemudian membaca firman Allah:

لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu“. (QS. Al-Baqarah: 284-286).

Ya Rasulullah jika yang semua kita sembunyikan bisikan – bisikan jiwa juga dihisab pada hari kiamat maka tidak ada yang selamat”, ini menunjukkan kefakiran para sahabat, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada mereka:”Maukah kalian seperti orang – orang yahudi yang ketika turun ayat kepada mereka, mereka berkata:”kami mendengar dan kami tidak bisa mengikutinya”. Beginilah sifat orang – orang yahudi yang mana Allah menguji hati – hati mereka. Nabi berkata:”Tapi katakan saya mendengar dan saya mentaati”, disini Nabi mengajarkan kepada para sahabat dan kepada kita semua ketika berhadapan dengan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah secerdas apapun kita dan sebesar apapun jabatan kita jangan berbuat sombong dihadapan Allah Subhanahu wata’ala, banyak orang baru belajar sedikit tentang agama sudah mampu mengkritik syariat Allah Subhanahu wata’ala, dengan segala kepongahan dan kesombongan dia menganggap dirinya cerdas dan cendikiawan, Ia berkata:”Ayat – ayat Al-Qur’an perlu direvisi atau tidak berlaku lagi dizaman kita“, siapa anda, anda tidak diberi ilmu kecuali sedikit, oleh karena itu jika ada akal kita yang bertentangan dengan ayat Al-Qur’an   dan hadist makan jangan salahkan Al-Qur’an tapi salahkan akal kita yang sangat terbatas.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada para sahabat sikap ketika berhadapan dengan Al-Qur’an dan yang datang dari Nabi:”Sami’na wa ato’na“, akhirnya para sahabat kemudian mengatakan:”Ya Rasulullah Sami’na Wa atona”, jika kita bersyukur maka Allah menambah nikmatnya dan jika kufur nikmat dicabut dan diganti dengan azab, ketika Rasulullah melihat para sahabat bersyukur dan berkata sami’na wa ato’na maka turun ayat berikutnya:

آَمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آَمَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ (285) لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (286)

“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami taat”. (Mereka berdoa): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali, Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS. Al-Baqarah: 285-286).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:”Siapa yang selalu menentang syariat Allah sekecil apapun maka keimanan itu tidak bisa bersemayam di dalam hatinya“, ketika para sahabat mengatakan sami’na wa ato’na maka turunlah ayat yang terakhir dan inilah yang menggembirakan para sahabat dan sekaligus menghapuskan hukum ayat sebelumnya dimana Allah mengatakan:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya“. (QS. Al-Baqarah: 286). Ayat ini menghapuskan hukum sebelumnya yang mana Allah mengatakan:

وَإِنْ تُبْدُوا مَا فِي أَنْفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ اللَّهُ

“Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu“.

Karena kita tidak mampu mengendalikannya sehingga dimaafkan oleh Allah Subhanahu wata’ala, Nabi memperjelas dalam hadistnya:

إن الله تجاوز عن أمتي ما حدثت به أنفسها ما لم تعمل أو تتكلم

Sungguh Allah memaafkan bisikan hati dalam diri umatku, selama belum dilakukan atau diucapkan“.

Misalnya dia duduk dimasjid bersama dengan temannya tiba-tiba lewat orang didekatnya ia mau menggibahi orang tersebut namun ia teringat:”Bahwa ini adalah perbuatan yang tidak boleh dan haram sama saja kita memakan bangkai saudara kita”,  sehinga ia mengubah topik pembicaraan supaya tidak ada orang yang dighibahi disitu, maka ini belum ditulis dosa.

Oleh karena itu walaupun ini tidak dihisab namun biasakan jiwa kita dengan bisikan – bisikan yang baik dan ini adalah kesempurnaan rasa malu kita kepada Allah sebagaimana kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Hendaknya kalian benar – benar merasa malu kepada Allah”, sahabat bertanya:”Bagaimana rasa malu yang sebenarnya ya Rasulullah”, beliau berkata:”Engkau selalu menjaga kepalamu dan apa yang ada disekitarnya, engkau menjaga perut dan apa yang ada disekitarnya”.

Nabi bersabda:”Siapa yang menjaga apa yang ada pada tulang rahangnya yaitu lidah dan apa yang ada diantara pahanya (Kemaluannya) saya menjamin untuknya surga”. Inilah bukti rasa malu kita kepada Allah Subhanahu wata’ala,.

Allah Subhanahu wata’ala akan menghisab kita dihari kemudian dan semoga Allah memudahkan hisab kita dihari kemudian dan semoga Allah menggolongkan kita sebagai orang yang termasuk golongan yang tidak dihisab.

Imam Bukhari di dalam kitab shahihnya telah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu, dari Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam bahwa beliau berkata:

“Ditampakkan beberapa umat kepadaku, maka ada seorang nabi atau dua orang nabi yang berjalan dengan diikuti oleh antara 3-9 orang. Ada pula seorang nabi yang tidak punya pengikut seorangpun, sampai ditampakkan kepadaku sejumlah besar. Aku pun bertanya apakah ini? Apakah ini ummatku? Maka ada yang menjawab: ‘Ini adalah Musa dan kaumnya,’ lalu dikatakan, ‘Perhatikanlah ke ufuk.’ Maka tiba-tiba ada sejumlah besar manusia memenuhi ufuk kemudian dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke sana dan ke sana di ufuk langit.’ Maka tiba-tiba ada sejumlah orang telah memenuhi ufuk. Ada yang berkata, ‘Inilah ummatmu, di antara mereka akan ada yang akan masuk surga tanpa hisab sejumlah 70.000 orang. Kemudian Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam masuk tanpa menjelaskan hal itu kepada para shahabat. Maka para shahabat pun membicarakan tentang 70.000 orang itu. Mereka berkata, ‘Kita orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti rasul-Nya maka kitalah mereka itu atau anak-anak kita yang dilahirkan dalam Islam, sedangkan kita dilahirkan di masa jahiliyah.’ Maka sampailah hal itu kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, lalu beliau keluar dan berkata, ‘mereka adalah orang yang tidak minta diruqyah (dimanterai), tidak meramal nasib dan tidak mita di-kai, dan hanya kepada Allahlah mereka bertawakkal“. (HR. Bukhari 8270).

Jangan berkecil hati bahwa tidak termasuk golongan tersebut, karena terkadang ada pendaftaran penerimaan karyawan dari 2000 pendaftar hanya 10 orang yang diterima, walaupun hanya 10 orang yang diterima tetap optimis bahwa kita akan termasuk yang 10 orang tersebut, Nabi sempat khawatir dengan mengatakan 70.000 sedikit, beliau kemudian minta tambahan kepada Allah, Allah kemudian mengabulkan permintaannya.

Rasulullah senantiasa mengingat ummatnya bahkan beliau pernah menangis sehingga Allah menyuruh Jibril turun untuk bertanya kepada Muhammad apa yang membuat beliau menangis, Rasulullah berkata:”Saya mengingat ummat ku ya Jibril, akhirnya Jibril kembali kepada Allah dan mengatakan:”Ya Allah, Muhammad mengingat ummatmnya”, Allah berkata:”Sampaikan kepada Muhammad kami akan meridhai apa yang engkau inginkan untuk ummatmu dan kami tidak akan kecewakan engkau wahai Muhammad“, Nabi meminta tambahan dari setiap kelipatan 1000 dari 70.000 ada lagi 70.000 sehingga menjadi: 4.900.000  dan semoga kita semua termasuk golongan tersebut.

Wallahu A’lam Bish Showaab



Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Kamis, 18 Shafar 1441 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : https://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

ID LINE :  http://line.me/ti/p/%40nga7079p

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.