spot_img

Ceritakan Kebaikannya

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Islam melarang suami menceritakan keburukan dan kejelekan pasangannya atau mantan istrinya begitupula dengan istri dilarang menceritakan keburukan dan kejelekan pasangannya atau mantan suaminya.

Ada salah seorang salaf jika memiliki masalah dengan istrinya orang kemudian datang bertanya kepadanya :”Apa masalahmu.?, kenapa istrimu.?”, ia kemudian mengatakan:” Tidak mungkin saya akan menyebarkan aib istri saya”.

Setelah ia menceraikan istrinya, orang kemudian datang dan berkata:”Mengapa  engkau ceraikan istrimu, ada apa dengannya?“, Ia kemudian mengatakan:”Sedangkan pada saat dia masih menjadi istri saya, saya tidak menceritakan keburukannya, apa lagi ketika dia menjadi orang lain, bukan lagi menjadi istri saya, maka saya harus lebih menutup aibnya”.

Allah Subhanahu wata’ala befirman:

فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ

Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).(QS. An-Nisa: 34)

Seburuk-buruk kedudukan manusia di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang mengumpuli istrinya dan istrinya pun mengumpulinya, kemudian dia menyebarkan rahasia istrinya. (HR. Muslim).

Jangan karena disebabkan perceraian sampai keluarga dan 7 turunan semua diceritakan kejelekannya apalagi ketika keburukannya tersebut disebar melalui media sosial  sebagai solusi untuk mengeluhkan keburukan pasangannya, padahal media sosial bukan tempat untuk mengeluh akan tetapi mengelulah kepada Allah Subhanahu wata’ala karena tidak semua orang simpati dengan masalah yang kita hadapi dan justru ketika keluhan terhadap keburukan pasangan kita ketika disebar melalui media sosial hanya menambah mudharat yang besar.

Allah Subahanahu wata’ala berfirman:

وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ

Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu“.(QS. Al Baqarah:237).

Menceritakan kebaikan bukan hanya secara khusus dalam hubungan pernikahan bahkan sampai dalam muamalah keseharian kita, ayat diatas mengajarkan kepada kita pada suatu sifat yang disebut dengan kesetiaan dan tidak melupakan jasa – jasa diantara sesama manusia.

Ketika Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wasallam menikah dengan Aisyah Radhiyallahu ‘anha dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi Aisyah karena wahyu dari Allah Subhanahu wata’ala, Aisyah cemburu kepada Khadijah padahal ia tidak pernah berjumpa dengan Khadijah karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menyebut nama khadijah sampai – sampai Aisyah berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:”Ya Rasulullah cukuplah Allah Subhanahu wata’ala yang menyebut nama wanita tua itu, Allah Subhanahu wata’ala telah menggantikan kepada anda yang lebih baik darinya”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata:”Tidak demi Allah tidak ada yang mampu menggantikan kedudukan Khadijah dia yang membenarkan dan beriman kepadaku ketika orang – orang mendustakanku dan dia memberikan seluruh hartanya untuk perjuanganku dan semua anak – anakku darinya”. makanya Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melupakan kebaikan Khadijah bahkan ketika istri – istri beliau memasak makanan beliau menyuruh mereka memperbanyak kuahnya atau makanannya kemudian dibagikan kepada teman – temannya Khadijah Radhiyallahu ‘anha, Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melupakan kebaikan Khadijah.

Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melupakan kebaikan Al Mut’in ibnu Ali beliau adalah orang kafir dizaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam , ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dimakkah terutama setelah kematian Abu Thalib tidak ada lagi yang melindungi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau mendatangi kota thaif untuk berdakwah dikota tersebut mengajak kepada penduduk kota thaif untuk mentauhidkan Allah Subhanahu wata’ala akan tetapi beliau dilempari oleh penduduk kota thaif dengan kerikil sampai  kaki beliau berdarah, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam meminta pengamanan dari Al Mut’in ibnu Ali yang pada waktu itu kafir yang masih memiliki hubungan kekerabatan beliau dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian Al Mut’in ibnu Ali  menyuruh kedua anaknya agar orang – orang kafir tidak mengganggu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Al Mut’in ibnu Ali kemudian meninggal dunia ketika terjadi perang badar pada tahun ke dua hijriyah dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki tawanan perang dari orang – orang kafir, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sampai mengatakan:”Andaikan Al Mut’in ibnu Ali masih hidup dan meminta saya untuk membebaskan para tawanan ini maka saya akan bebaskan”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingat jasa – jasanya ketika Al Mut’in ibnu Ali menolongnya di kota thaif.

Wallahu A’lam Bish Showaab



Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Senin, 16 Jumadil Awal 1438 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi :
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : https://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

ID LINE : mim.or.id

 

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.