spot_img

Kitabul Jami’ (Hadist 40) Taubat dari Kesalahan dan Dosa

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Hadist dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

Seluruh anak Adam berdosa, dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertaubat”. (HR Ibnu Maajah no 4241, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani).

خَطَّاءٌ artinya banyak melakukan kesalahan, jadi sebaik – baik orang yang berdosa adalah yang senantiasa kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Ini menunjukkan keluasan rahmat Allah Subhanahu wata’ala, syarat orang yang bertakwa itu bukan orang yang hidupnya selalu lurus atau tidak pernah tergenlincir dan terjatuh dalam dosa dan kesalahan sebagaimana firman Allah di dalam Al-Qur’an:

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”. (QS. Ali Imran: 133).

Diantara ciri mereka yaitu ketika orang yang terjatuh dalam perbuatan keji, dan diantara contoh perbuatan keji adalah zina, sebagamana dalam firman Allah:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kalian mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Israa’: 32).

Disini ada ulama kita yang menjelaskan فَاحِشَةً artinya dosa-dosa besar,  ayat ini menunjukkan bahwasanya orang yang bertakwa itu bukan tidak pernah terjatuh dalam perbuatan dosa bahkan dosa besar sekalipun, dalam ayat yang lain, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

{ وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ غَيْرَ بَعِيدٍ (31) هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِكُلِّ أَوَّابٍ حَفِيظٍ (32) مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ (33) ادْخُلُوهَا بِسَلامٍ ذَلِكَ يَوْمُ الْخُلُودِ (34) لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ (35) }

“Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, sedangkan Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertobat, masukilah surga itu dengan aman, itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya”. (QS. Qaf : 31-35).


pada ayat yang ke 32 disebutkan:“(yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada Allah)”, jika dikatakan selalu kembali berarti banyak melenceng, tergelincir atau terjatuh dalam dosa.

Jadi orang yang bertakwa yang selalu kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala ketika dia berdosa atau terjatuh dalam perbuatan maksiat dengan bertaubat kepada Allah, ketika kembali melakukan perbuatan dosa dia bertaubat lagi, kembali lagi bertaubat lagi dengan syarat dia tidak merencanakannya atau dengan ia berkata:”Allah maha luas rahmatnya dan maha pengampun tidak mengapa saya berdosa lagi”, dosa yang dimaksud adalah dosa yang ia tidak sengaja, dia tidak sengaja tergelicir dalam perbuatan maksiat dan ketika ia terjatuh dalam dosa lalu ia bertaubat maka insyaAllah dia berada dalam kebaikan selama dia bertaubat dengan terpenuhi syarat – syarat taubat yang disebutkan oleh para ulama kita.

Ada 5 syarat taubat agar diterima oleh Allah Subhanahu wata’ala:

Syarat Pertama: Ikhlas

Dia bertaubat ikhlas karena Allah bukan karena riya, atau dia masuk islam kemudian bertaubat dari kekufuran niatnya ikhlas karena Allah, bukan pura – pura masuk islam dengan niat hanya untuk menikahi wanita muslimah walaupun kita menghukumi secara dzahir dan tidak perlu bertanya kepadanya mengapa ia masuk islam adapun untuk sekedar mendakwahinya atau menguatkannya maka tidak mengapa karena kita menghukumi apa yang dzahir (tampak) adapun batinnya dikembalikan kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Pernah Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu dalam sebuah jihad atau peperangan dia membunuh seseorang di medan jihad, orang yang beliau bunuh diakhir hidupnya dia berkata:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

Ashadu alla ilaha illallah wa ashadu anna muhammadarrasulullah”, ketika disampaikan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, Nabi marah dan berkata:”Bagaimana engkau menghadapi La ilaha illallah dihari kemudian“, Khalid bin Walid berkata:”Ya Rasulullah, dia mengucapkan La ilaha illallah karena dia takut dibunuh”, Nabi berkata:”Apakah engkau sudah membelah hatinya sehingga engkau berkata seperti itu”, jadi masalah keikhlasan adalah urusan Allah Subhanahu wata’ala.

Syarat Kedua: Dia Harus Meninggalkan Perbuatan Dosa Itu

Jangan ada yang bertaubat dari dosa mencuri lalu dia masih mencuri ini belum sempurna dan terpenuhi syaratnya begitupula dengan dosa – dosa yang lain.

Syarat Ketiga: Menyesali Dosa Yang Pernah Ia Lakukan

Dia menangis dihadapan Allah Subhanahu wata’ala karena mengingat dosa – dosa yang pernah ia kerjakan, bukan ia bertaubat setelah bertaubat ia meninggalkannya akan tetapi dia ceritakan dosa – dosanya kepada orang lain disertai dengan nada riang dan bangga ini belum memenuhi syarat taubat. Taubat yaitu memohon ampun kepada Allah dari dosa yang pernah ia kerjakan kemudian dia meninggalkan dosa tersebut dan tidak menceritakan kepada orang lain, ia menutupi aibnya dari orang lain.

Nasehat Ustadz Harman Tajang:”Adab seorang ustadz atau seorang mufti ketika ada orang yang datang misalkan dia mau hijrah dan bertaubat kemudian dia berkata:”Ustadz saya mau bertaubat dari perbuatan dosa – dosa yang pernah saya lakukan dimasa silam“, Maka seorang Ustadz tidak boleh mengatakan:”Coba ceritakan dosa apa saja yang pernah engkau lakukan dari A sampai Z”. Bahkan seorang Ustadz langsung mengatakan:”Bertaubatlah engkau kepada Allah dan tidak perlu diceritakan”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ

“Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya”. (HR. Al-Bukhary no. 2442 dan Muslim no. 2580 dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, serta Muslim no. 2699 dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu –pent)

Syarat Keempat: Bertekad Untuk Tidak Kembali Terjatuh Dalam Perbuatan Dosa Itu

Adapun ketika dia kembali terjatuh maka ini urusan lain yang penting di dalam hatinya ada tekad yang kuat untuk tidak kembali terjatuh dalam dosa.

Syarat Kelima: Sebelum Waktunya Ditutup

Yang dimaksud dengan sebelum waktunya ditutup ada yang sifatnya khusus dan ada yang sifatnya umum adapun yang sifatnya khusus pribadi – pribadi setiap diantara kita yaitu sebelum ajal menjemput sebagaimana dalam hadist:

إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لمَ ْيُغَرْغِرْ

Sungguh Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawa belum sampai di kerongkongan”. (HR. At Tirmidzi, 3880. Ia berkata: “Hadits ini hasan gharib”. Di-hasan-kan oleh Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi).

Tapi klo nyawa sudah sampai dikerongkongan dan pintu taubat telah ditutup sebagaimana ayat yang dijelaskan dalam Surah Yunus pada ayat yang ke 90 ketika fir’aun ditenggelamkan dilautan:

{وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْيًا وَعَدْوًا حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ (90) آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنْتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ (91) فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ (92) }

“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam, berkatalah dia, “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”Apakah sekarang(baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu, dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami”. (QS. Yunus : 90).

Begitupula yang terjadi kepada Abu Thalib paman Rasulullah, ini yang sifatnya secara khusus adapun yang sifatnya secara umum yaitu ketika pintu taubat telah ditutup oleh Allah diantara tanda pintu taubat ditutup oleh Allah adalah ketika matahari telah terbit disebelah barat yaitu ketika datang hari kiamat karena ketika sudah terjadi hari kiamat dengan tanda yang seperti itu maka semua manusia baru beriman kepada Allah Subhanahu wata’ala akan tetapi pada hari itu pintu taubat telah ditutup sebagaimana firman Allah dalam surah Al-An’am:

هَلْ يَنظُرُونَ إِلَّآ أَن تَأْتِيَهُمُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ أَوْ يَأْتِىَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِىَ بَعْضُ ءَايَٰتِ رَبِّكَ يَوْمَ يَأْتِى بَعْضُ ءَايَٰتِ رَبِّكَ لَا يَنفَعُ نَفْسًا إِيمَٰنُهَا لَمْ تَكُنْ ءَامَنَتْ مِن قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِىٓ إِيمَٰنِهَا خَيْرًا قُلِ ٱنتَظِرُوٓا۟ إِنَّا مُنتَظِرُونَ

“Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau kedatangan (siksa) Tuhanmu atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. Pada hari datangnya ayat dari Tuhanmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: Tunggulah olehmu sesungguhnya Kamipun menunggu (pula)”. (QS. Al-An’am: 158).

Tidak bermanfaat lagi baginya karena pintu taubat telah ditutup, bertaubat adalah tugas dan kewajiban kita setiap saat karena kita banyak berdosa, Rasulullah bersabda:

Sungguh beruntung seseorang yang mendapati pada catatan amalnya istighfar yang banyak“. (HR. Ibnu Maajah)

Jika kita tidak mampu menyaingi orang – orang sholeh dalam ketaatan maka jangan kalah bersaing dengan pendosa dengan banyak istighfar dan bertaubat kepada Allah Subhanahu wata’ala, dan ajaibnya keutamaan yang lebih besar dari itu Allah tidak hanya mengampunkan dosa seorang hamba ketika ia jujur bertaubat bahkan dosa – dosa yang ia lakukan dimasa silam diganti jadi pahala yang banyak sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Furqan:

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا

Dan orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina”. (QS. Al-Furqan : 68-69).

Terutama dosa kesyrikan namun Allah mengecualikan dengan ayat selanjutnya:

إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَٰلِحًا فَأُو۟لَٰٓئِكَ يُبَدِّلُ ٱللَّهُ سَيِّـَٔاتِهِمْ حَسَنَٰتٍ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Furqan : 70)

Semoga Allah Subhanahu wata’ala senantiasa mengampunkan dosa – dosa kita.

Dosa Terbagi Menjadi 2 Yaitu Dosa Kecil dan Dosa Besar

Adapun dosa kecil dengan kautamaan dari Allah bisa terhapus dan gugur dengan sendirinya dengan amalan sholeh yang kita kerjakan seperti sholat 5 waktu yang dikerjakan dalam sehari semalam sebagaimana dalam hadist Rasulullah bersabda:

الصَّلاَةُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا لَمْ تُغْشَ الْكَبَائِرُ

Di antara shalat lima waktu, di antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang berikutnya, itu dapat menghapuskan dosa di antara keduanya selama tidak dilakukan dosa besar”. (HR. Muslim no. 233).

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا ، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

Antara umrah yang satu dan umrah lainnya, itu akan menghapuskan dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur tidak ada balasannya melainkan surga”. (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349)

Begitupula ramadhan yang satu dengan ramadhan berikutnya. Adapun dosa besar wajib untuk taubat secara khusus, Jumlah dosa besar khilaf dikalangan para ulama ada yang mengatakan 7, ada yang mengatakan 17 dan ada yang mengatakan lebih dari itu dan yang shahih dikembalikan kepada ciri- cirinya bukan pada jumlahnya, selama dosa itu ada hukumannya di dunia secara langsung, ada ancaman laknat, atau ada ancaman penyebutan neraka maka ini adalah dosa – dosa besar,

Jika 5 syarat taubat yang berkaitan dengan hak Allah Subhanahu wata’ala telah kita laksanakan maka insyaAllah Allah mengampuni dosa kita, adapun dosa yang berkaitan dengan sesama manusia maka ditambahkan satu syarat yaitu dia harus minta kehalalan dari orang yang pernah ia dzalimi, jika dia pernah mengambil harta saudaranya maka tidak cukup ia berkata kepada Allah:”Ya Allah aku bertaubat kepadamu aku pernah mengambil harta fulan”, taubatnya belum diterima sampai ia mengembalikan harta itu baik yang berupa harta maupun kehormatan atau minimal ia meminta kehalalan dengan meminta maaf baru kemudian Allah menerima taubatnya. Mungkin ada yang bertanya:”Bagaimana jika kita minta maaf tetapi dia sudah tidak ada lagi, saya mau mengembalikan harta yang pernah saya ambil darinya dengan cara yang bathil dan haq namun tidak ada lagi ahli warisnya”, jawab:”Maka yang harus kita lakukan adalah berinfaq dan bersedekah atas namanya adapun jika hal ini tidak bisa kita lakukan maka minimal minta doa kepada Allah agar nanti dihari kemudian Allah yang membayarkan kedzaliman yang pernah kita lakukan itu kepadanya.

Jadi, baik yang berupa harta maupun kehormatan, misalnya kepada orang yang pernah digibahi dan tidak benar apa yang kita katakan tentangnya maka kita harus minta maaf kepadanya jika berita itu tersebar tetapi jika tidak tersebar dan fulan tidak tahu maka kata para ulama:“Meminta maaf secara umum”, jangan kemudian dia datang kepadanya dengan berkata:”Wahai saudaraku saya meminta maaf saya pernah menggibahimu”,maka orang itu akan berkata:”Kapan engkau menggibahiku, oh ternyata engkau membicarakan aku dibelakang”. Dalam kondisi yang seperti ini cukup ia datang kepadanya dan berkata:”Wahai saudaraku jika saya pernah melakukan kesalahan- kesalahan yang lalu tolong maafkan”, maka ia akan berkata:”Tidak mengapa saya maafkan“, dia meminta maaf secara umum sebagaimana yang disebutkan oleh para ulama kita selama orang tersebut tidak tahu dan belum tersebar. Atau ketika seseorang pernah dengan serampangan membid’ahkan saudaranya atau mengkafirkan saudaranya atau menyesatkan saudaranya, kata para ulama tidak cukup dia meminta maaf darinya namun dia harus menjelaskan kepadanya dan mengembalikan kesalahan itu kepada dirinya sendiri sehingga tobatnya diterima disisi Allah Subhanahu wata’ala, jika tidak maka ia akan berhadapan dengan orang tersebut dihari kemudian dan diambil haq darinya apalagi yang berkaitan dengan masalah kehormatan atau yang berkaitan dengan masalah ghibah dan seterusnya.

Wallahu a’lam Bish Showaab 


Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Rabu, 13 Rajab 1440 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : https://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.