spot_img

Riyadusshalihin (Bab Mubadarah) Sedekah Yang Paling Besar Pahalanya

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, berkata:“Ada seorang lelaki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu berkata:”Ya Rasulullah, sedekah manakah yang paling besar pahalanya?” Beliau bersabda:”Yaitu jikalau engkau bersedekah, sedangkan engkau itu masih sehat dan sebenarnya engkau kikir merasa sayang mengeluarkan sedekah itu, karena takut menjadi fakir dan engkau amat mengharap-harapkan untuk menjadi kaya. Tetapi janganlah engkau menunda-nunda sehingga apabila nyawamu telah sampai di kerongkongan lalu berkata:”Untuk si Fulan itu, yang ini dan untuk si Fulan ini, yang itu, sedangkan orang yang engkau maksudkan itu telah memiliki apa yang hendak kau berikan”. (Muttafaq ‘alaih)

Kata:”Ya Rasulullah”, merupakan adab karena tidak ada yang memanggil Rasulullah dengan namanya, Allah berfirman:

لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا

“Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul diantara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain)”. (QS. An-Nuur: 63).

Ini diantara makna ayat

وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ

“Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu”. (QS. Al-Insyiroh : 04).

Tidaklah disebutkan nama Allah kecuali diikutkan nama Rasulullah baik dalam azan, khutbah, ketika seseorang mengucapkan syahadat dan seterusnya, Allah sendiri dalam Al-Qur’an memanggil Nabinya dengan gelarnya dalam beberapa surah diantaranya:

“Ya Ayyuhal Rasul, Ya Ayyuhan Nabi, Ya Ayyuhal Muzzammil, Ya Ayyuhal Mudatsir dan seterusnya, Allah tidak pernah memanggil Rasulullah dengan:”Ya Muhammad”, berbeda dengan Nabi yang lain dimana Allah memanggil mereka dengan namanya, Ya Ibrahim, Ya Yahya, Ya isa dan seterusnya nama mereka dipanggil secara langsung  

Hadist diatas menunjukkan untuk bersegera mengerjakan kebaikan sebelum kesempatan itu dicabut, dalam hadist ada yang bertanya kepada Rasulullah:”Sedekah manakah yang paling besar pahalanya?”, namun beliau tidak menyebutkan jenisnya tetapi menyebutkan sifat orang yang bersedekah bahwasanya yang paling besar pahalanya adalah ketika bersedekah dalam keadaan sehat karena jika seseorang telah sakit dan kematian telah berada didepan matanya maka pandangannya terhadap dunia ini sudah lain atau berbeda, ketika dirumah sakit ia melihat orang – orang masih berkeluyuran dia sudah menganggap hal tersebut tidak ada nilainya, ketika seseorang dalam kondisi dan keadaan tersebut barulah ia mau bersedekah, oleh karena itu sedekah yang paling besar pahalanya adalah ketika masih sehat, karena ketika seseorang masih sehat ia memiliki kecenderungan tamak terhadap dunia apalagi ditambah sifat kikir

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ath-Taghobun: 16).

شُحَّ lebih tinggi dari pada Al Bukhlu walaupun sama – sama bermakna kikir, perbedaan keduanya  Syuh bukan hanya kikir tetapi dia juga tidak senang ketika orang lain mendapatkan nikmat bahkan dia tidak senang melihat orang bersedekah, Allah berfirman:

وَأُحْضِرَتِ الأنْفُسُ الشُّحَّ

“Walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir”. (QS. An Nisa’: 128) oleh karena itu bersedekah dalam kondisi dan keadaan sehat maka pahalanya sangat besar disisi Allah Subhanahu wata’ala.  

Karena takut menjadi fakir

Diantara yang membuat seseorang malas bersedekah karena dia beranggapan bagaimana mungkin saya mau bersedekah sedangkan saya memiliki anak yang harus saya biayai kemudian mau buka investasi dan seterusnya


Dan engkau amat mengharap-harapkan untuk menjadi kaya

Pepatah mengatakan:”Hemat pangkal kaya”, makanya ia berkata:”Jangan terlalu banyak bersedekah karena nanti jatuh miskin”, sehingga ia banyak menabung bahkan ia sudah tidak mengeluarkan yang wajib, okelah anda tidak mengeluarkan infaq, anda tidak mau bersedekah yang sunnah, walaupun anda sendiri yang rugi dan itu sudah cukup menjadi dalil bahwa anda adalah bakhil tetapi jika sampai yang wajib juga tidak dikeluarkan atau ia berusaha mengakal-akali dimana dia tahu Nishob zakat sekian tetapi dia sengaja menguranginya supaya nishobnya tidak cukup maka ini adalah perbuatan yang dilaknat disisi Allah Subhanahu wata’ala.

Ibnu Abbas berkata:”Allah tidak bisa ditipu”, seseorang yang memiliki harta yang banyak dimana – mana, dia kemudian mengabaikan hitungan zakat dengan cara membagi harta-harta miliknya kepada orang lain kemudian ia berkata:”Itulah zakat saya”, hal ini tidak benar karena zakat itu wajib dan ada hitungannya, adapun jika zakat kita lebih maka tidak mengapa tetapi yang dilarang adalah ketika zakat yang kita keluarkan kurang.

Allah tidak meminta banyak dari harta yang kita miliki, yang Allah minta hanya 2.5% dari harta yang dimiliki untuk mensucikan diri dan harta kita, boleh jadi ketika mencari nafkah, mencari rezeki bercampur dengan yang haram, ada yang subhat dibersihkan dengan zakat, Allah berfirman:”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”. (QS. At Taubah: 103), kata sadaqah ketika disebutkan dalam Al-Qur’an tanpa diikutkan dengan kata zakat maka yang dimaksudkan adalah zakat wajib, jadi fungsi zakat adalah untuk mensucikan jiwa dan harta.

Inilah mengapa zakat atau sedekah tidak boleh diterima oleh ahlu bait karena itu adalah kotoran bagi mereka karena ini adalah pembersihan dari harta tersebut walaupun halal dan tidak kotor bagi selain mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wata’ala.

Dia tidak menangguhkannya sampai dia baru bersedekah, “Apabila nyawamu telah sampai di kerongkongan lalu berkata:”Untuk si Fulan itu, yang ini dan untuk si Fulan ini, yang itu, sedangkan orang yang engkau maksudkan itu telah memiliki apa yang hendak kau berikan“. kenapa tidak dari dulu ia bersedekah apalagi jika sudah meninggal.

Jadikan hadist diatas sebagai gaya hidup kita yaitu berusaha setiap hari bersedekah berapapun, kedermawanan dari yang ada bukan dari banyaknya, oleh karenanya bersedekahlah semoga Allah menjadikannya amalan jariyah dihari kemudian nanti.

Wallahu a’lam Bish Showaab 


Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Jum’at, 24 Jumadil Akhir 1439 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : https://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.