spot_img

Setelah Harapan Hampir Hilang

Ahmad meletakkan tas-tasnya di depan pintu apartemen. Dan sebelum ia meletakkan tangannya di pegangan pintu, ia melongokkan wajahnya ke arah kotak surat…Ia sangat ingin segera masuk ke dalam rumahnya, namun ada sesuatu yang mendesaknya untuk membuka kotak surat…Ia pun kembali memikirkan apa yang ada dalam kotak itu. Berbagai pertanyaan menyerbu dirinya…Apa gerangan yang ada di dalamnya? Tagihan telepon dan listrik…Lalu apa lagi? Ia menjulurkan tangannya dan membuka kotak itu. Ia menemukan sepucuk surat yang di atasnya tertulis “Rumah Sakit Anak-anak”. “Rumah Sakit Anak-anak”?? Apa hubunganku dengan ini??

Ia memasukkan surat itu ke dalam kantongnya…Ia masuk ke apartemennya…Semua yang ada di dalamnya menghembuskan kesuraman…debu-debu yang menyelimuti semua perabot rumah…udaranya menyesakkan nafas…Ia masuk ke kamarnya, dan ia menemukannya persis seperti semula. Bahkan tanggal yang menempel di dinding sama sekali tidak berubah…Setelah perjalanannya itu tanggap dalam kalender itu masih 15/3/1421…

Ia mengangkat telepon dan memutar nomornya, menghubungi rumah keluarga istrinya untuk menanyakan dua mata hatinya…istri dan putrinya, Amal.
“Ya, Assalamu ‘alaikum, Pamanku (begitu orang Arab biasa memanggil mertuanya-penj)…,” ujarnya.

“Wa ‘alaikumussalam…Jangan memanggilku dengan sebutan ‘paman’…Demi Allah, aku sebenarnya tidak ingin menjawab salammu selain karena menghormati kewajiban menjawab salam Islam, karena sebenarnya engkau tidak pantas untuk itu…Intinya kami tidak mengembalikan istrimu kepadamu!!”

Lalu telepon itu ditutup!! Ia merasa sangat sesak menerima sambutan yang buruk itu. Ia seperti ingin menghancurkan semua yang ada di depannya…Tapi tiba-tiba ia menemukan sesuatu di kalender itu yang menyita perhatiannya…Ia mulai membuka lembaran-lembarannya hingga ia sampai pada tanggal 15/6/1421…Ya Tuhan, 3 bulan lamanya aku berada di sana!!!

Ia menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur tanpa memperdulikan debu-debu yang ada di atasnya…Tanpa disadarinya, tangannya merogoh kantongnya dan mengeluarkan surat itu…Surat apakah gerangan ini?!

“Ayahku tercinta…Assalamu ‘alaikum…Aku mengirimkan  kepadamu surat yang penuh dengan rasa sakit dan luka ini…Aku kirimkan surat ini kepadamu dan aku tidak tahu sama sekali ke alamat mana surat ini harus kukirim…Apakah ke Thailand….atau ke Swedia…Atau ke Paris…atau ke negeri mana? Jika aku mengirimnya: apakah harus kukirim ke klub malam, atau hotel mana?

Benar, wahai Ayahku…aku kini telah besar dan memahami setiap kalimat yang engkau ucapkan ketika engkau akan pergi: ‘Amal, ayahmu letih bekerja dan akan pergi refreshing.’ Aku kini telah memahami, wahai Ayahku –duhai andai saja aku tidak pernah memahaminya-: apakah engkau mencarinya dalam perkara yang diharamkan, wahai Ayahku? Jika begitu, engkau telah meninggalkan hidup yang lapang kepada hidup yang sempit…engkau telah meninggalkan lapangnya ketaatan menuju sempitnya kemaksiatan…

Ayahku tercinta…17 musim panas telah berlalu dalam hidupku dan aku terus menunggumu…

17 tahun musim panas berlalu, dan setiap kali aku mendengarkan suara mobil, aku segera bergegas ke arah pintu…’Ayahku telah kembali setelah 17 tahun lamanya!’ Itulah yang aku teriakkan: ‘Ayahku telah kembali kepada kita!’…

Ini adalah tetesan-tetesan darahku di atas kertas ini…aku kini telah batuk darah…

Betapa aku sangat membutuhkanmu…Aku menunggu siapa yang mau menolongku dan mengantarku ke rumah sakit…Betapa aku sangat membutuhkanmu untuk mendekapku ke dadamu…engkau meliputiku dengan kasih sayangmu…sebelum alam kubur menyeliputiku dengan kesepiannya…Namun ternyata hari-hari telah memisahkan antara kita…Maka kembalilah kepada Allah agar kelak aku dapat bertemu denganmu di surga, Ayahku…

Putrimu, Amal

29/4/1421

Surat itu terjatuh dari tangannya…Air matanya bercucuran di atas kedua pipinya…

“Sungguh, aku mengalami kerugian yang tidak terkira…Aku telah kehilangan istriku…Aku kehilangan Amal-ku…Aku telah kehilangan agamaku…Ya, aku telah kehilangan agamaku…”

Ratapannya meninggi membelah langit…merobek suasana yang bisu…Dan hanya gema yang menjawabnya dengan hinaan, bahkan dengan hukuman…

Sebuah suara seakan menegurnya:

“Katakanlah wahai hamba-hambaKu yang telah berbuat melampaui batas atas dirinya: Janganlah kalian putus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah itu mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Ia Maha pengampun dan Maha penyayang.”

Lalu ia memalingkan wajahnya…Istrinya berdiri dan mengambil tangannya, lalu berkata: “Amal rahimahallah telah berpesan padaku untuk tidak melepaskanmu…Masih ada usia yang tersisa. Pintu taubat masih terbuka…Marilah kita mulai hidup yang baru kembali…”

***

Alih bahasa:
Muhammad Ihsan Zainuddin
Pembina http://KuliahIslamOnline.com
Sumber:  al-Mausu’ah al-Kubra li al-Qashash al-Mu’atstsirah li al-Fatayat.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.