spot_img

Suara yang Membelah Kota Mekkah

Ia begitu gembira. Ia seperti terbang karena sangat gembira hari itu. Bahkan –seperti yang ia katakan- pakaiannya seperti tidak muat lagi untuknya, ketika ia mendengarkan kabar bahwa ia diterima mendapatkan beasiswa belajar ke Perancis. Ia merasa seakan-akan telah memiliki seluruh dunia ini. Keberhasilannya itu menjadi bahan pembicaraan di keluarganya. Semakin dekat waktunya untuk berangkat, semakin ia merasa begitu dekat dengan pintu zaman modern yang akan membuka wawasannya, sehingga ia dapat mengungguli kawan-kawannya…

Hanya ada satu hal yang mengganggunya…dan membuatnya tidak nyenyak tidur…Bagaimana mungkin ia bisa meninggalkan Mekkah?

“Bertahun-tahun lamanya hatiku telah dipenuhi cinta akan negeri ini. Aku tumbuh di antara lembah-lembahnya. Aku minum dari airnya yang tercinta, sumur Zam-zam yang menyegarkan. Ia telah mengokohkan tulangku dan menumbuhkan dagingku. Dan ibuku…ibuku tercinta, siapa yang akan merawatnya jika aku pergi…semua saudaraku memang mencintainya, namun tidak seperti cintaku padanya…Siapa yang akan mengantarnya ke Haram untuk mengerjakan shalat di sana setiap hari seperti biasanya?”

Begitu banyak pertanyaan…tapi tidak ada jawaban untuknya

Ia pun telah bersiap-siap untuk berangkat…semua tas telah disiapkan. Di tangannya telah siap tiket pesawat yang akan membawanya ke sana…Ia pun telah berpamitan dengan ibundanya, ia mencium kepala dan kedua tangannya…Ia mengucapkan selamat tinggal kepada semua saudaranya…air mata berbaur di pipi-pipi mereka…Yah, kini ia harus mengucapkan selamat tinggal pada Mekkah dan Mesjidil Haram, untuk kemudian berangkat ke Perancis dengan membawa kesedihan yang memenuhi hatinya…

Ia datang ke Perancis, sebuah negeri yang tak pernah ia kenal sebelumnya…Ia benar-benar shock ketika melihat wanita-wanita “telanjang” memenuhi jalan raya tanpa rasa malu…Ia merasakan betapa rendahnya wanita bagi mereka…

Semua pemandangan itu membuatnya tiba-tiba menjadi rindu pada bumi kesucian dan iman…tempat semua wanita berhijab dan menutup auratnya…

Ia pun segera memulai pelajarannya. Pada mulanya, ia masuk ke ruang kuliah dengan rasa malu yang memenuhi dari ujung kepada hingga kedua kakinya…Ia berhasil menguasai bahasa Perancis dalam beberapa bulan saja…

Bulan-bulan yang berat berlalu dalam hidupnya…dan tanpa ia sadari, ia larut dalam dosa dan kemaksiatan… ia mulai meninggalkan shalat dan ibadah lainnya…bertahun-tahun kemudian ia hidup dalam kelalaian…

Sampai-sampai dalam pembicaraan di telpon dengan keluarganya pun ia telah kehilangan adab, hati dan penghormatannya seperti yang dahulu mereka dapatkan darinya…

Tidak lama studi itu akan segera berakhir…dan akhirnya tiba waktunya untuk kembali ke Mekkah. Ia pun mendarat di Bandara Jeddah…dengan pakaian yang tidak pernah disaksikan oleh keluarganya…dan dengan hati yang hitam legam, yang tidak lagi mengenal kebaikan sebagai kebaikan, dan tidak lagi mengenal kemungkaran…

Ia memeluk ibunya dengan dingin…meskipun air mata sang ibu menetes…dan meski semua saudaranya begitu bahagia dengan kedatangannya. Hanya saja kini ia seakan berada di satu lembah, dan keluarganya berada di lembah lain…

Sepulangnya dari sana, entah mengapa ia selalu menyendiri dan diliputi kesedihan…Terkadang ia keluar sendiri dengan mobilnya ke tempat yang tidak diketahui oleh siapa pun…Keluarganya tentu saja memperhatikan itu, juga memperhatikan bahwa ia tidak lagi pernah ke Mesjidil Haram sepanjang kedatangannya itu. Dan yang lebih menarik perhatian mereka adalah karena ia tidak lagi pernah mengerjakan shalat…

Keluarganya mencoba menasehati dengan lembut, namun ia justru berteriak di hadapan mereka: “Setiap orang bebas dengan semua yang dilakukannya! Dan shalat itu sama sekali sumber kekuatan!”

Ibunya hanya bisa menyembunyikan air matanya dari semua anak-anaknya. Ia selalu menyendiri di kamarnya mengerjakan shalat dan berdoa agar anaknya diberikan hidayah. Dan ia menangis, hingga suara tangisnya terdengar dari balik pintu!

Pada suatu hari, sang ibu menemuinya dan mengatakan padanya: “Bangunlah dan antar aku dengan mobilmu!” Syukurlah ia tak pernah menolak permintaan sang ibu. Ia pun berdiri dan mengantar sang ibu…Ketika mereka telah berada di mobil, ia bertanya: “Ke mana?” Sang ibu menjawab:  “Ke Haram! Aku mau shalat Isya di sana…” Ia berusaha menghindar…namun akhirnya ia tetap mengantar sang ibu ke sana.

Setelah tiba di sana, dengan bahasa yang dingin ia mengatakan: “Turunlah di sini dan kerjakanlah shalat, saya akan menunggu ibu di sini!” Sang ibu tercinta itu pun mulai membujuknya dengan air mata berlinang: “Wahai anakku…turunlah bersamaku…ingatlah Allah, semoga Allah memberimu hidayah dan mengembalikanmu kepada agamamu…Wahai anakku, setiap detik akan mendapatkan pahala…”

Tapi tidak ada gunanya. Ia tetap bersikeras dengan sikap keras kepalanya…
Sang ibu pun turun sambil menangis…sementara ia bersikeras tetap di mobil…Ia kemudian menutup semua kaca jendela mobil…lalu memasukkan kaset nyanyian Perancis di tape mobil…kemudian mengecilkan volumenya…Ia merebahkan kepalanya ke belakang…Ia mengatakan:

“Tiba-tiba aku dikejutkan oleh sebuah suara yang membahana membelah langit kota Mekkah dan terpantul ke dinding-dinding bukitnya…Itu adalah suara adzan yang sangat indah dan merdu…Suara Syekh ‘Ali Mulla…

Allahu akbar…Allahu Akbar…Asyhadu alla ilaha illallah…

Tiba-tiba aku merasakan keagungan di dalam hatiku…aku pun mematikan tape mobilku dan diam terhenyak…mendengarkan panggilan itu; panggilan yang terakhir kali kudengarkan bertahun-tahun yang lalu…

Demi Allah…tanpa terasa, air mataku menetes di kedua pipiku…Aku larut dalam sebuah gelombang tangisan yang menarik perhatian semua orang yang melintas di sampingku menuju Haram. Aku pun turun dari mobil…aku bergegas menuju kamar mandi, melepaskan semua pakaianku dan mandi…dan kini aku masuk ke Mesjidil Haram setelah menghilang selama 7 tahun lamanya darinya!

Maka ketika aku menyaksikan Ka’bah kembali, aku tersungkur menyaksikan pemandangan yang agung itu, menyaksikan lautan manusia yang khusyu’ itu yang menyelimuti Mesjidil Haram…Aku pun mengikuti imam dengan shalatnya yang masih tersisa…tangisanku mengusik orang-orang yang ada di sampingku…Dan setelah shalat…seorang pemuda di sampingku mengingatkanku pada Allah dan menenangkan perasaanku…dan bahwa Allah akan mengampuni semua dosa dan menerima taubat siapapun yang bertaubat…Aku berterima kasih padanya dan mendoakannya dengan suara tercekat…

Aku pun keluar dari Haram dan kedua kakiku seperti tidak kuasa lagi membawa tubuhku…Aku sampai ke mobilku dan kutemukan ibuku tercinta sedang menungguku di samping mobil itu dengan memegang sejadahnya…Aku pun segera tersungkur di kedua kakinya, menciumnya dan menangis…Ia pun menangis dan mengusap kepalaku dengan tangannya yang penuh cinta dengan lembut…Ia lalu mengangkat kedua tangannya ke langit dan kudengarkan ia berkata: “Ya Tuhanku, hanya bagiMu segala pujian…Ya Tuhanku, hanya bagiMu segala pujian…Ya Rabbi, Engkau tak menyia-nyiakan semua doaku…harapanku…Alhamdulillah…Alhamdulillah…”

Aku membukaka pintu mobil dan mempersilahkannya masuk. Kami pun berangkat pulang ke rumah. Aku tidak mampu berbicara dengannya karena banyak menangis…hanya saja aku mendengarnya mengatakan kepadaku: “Wahai anakku, demi Allah…aku tidak datang ke Haram selain untuk mendoakanmu…Wahai anakku, demi Allah aku tidak pernah mendoakanmu sekali pun dalam doaku satu malam pun! Aku, ibumu, tidak pernah meninggalkan shalat agar Allah memberikanmu taufikNya dan merahmatimu…”
Aku memandang ibu dan berusaha menanggapinya…tapi aku tak mampu. Kalimatku tertahan…aku menghentikan mobilku di pinggir jalan…Aku meletakkan kedua tanganku di wajahku, dan tangisku pun kembali meledak…Ibu berusaha menenangkanku…menghiburku…hingga aku merasa bahwa aku telah mengeluarkan semua kegalauan yang ada dalam dadaku…

Setibaku di rumah, aku segera membakar semua semua buku, kaset, hadiah dan gambar yang kubawa dari Paris…

Aku membakar semua yang mengingatkanku pada hari-hari gelap itu…Andai saja Allah tidak mengirimkan seseorang yang mengambil tanganku…

 

***

Alih bahasa:
Muhammad Ihsan Zainuddin
Pembina http://KuliahIslamOnline.com
Sumber:  al-Mausu’ah al-Kubra li al-Qashash al-Mu’atstsirah li al-Fatayat.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.