spot_img

Tadabbur Surah Al-Fajr Ayat 15-16

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata:”Tuhanku telah memuliakanku”. (QS. Al-Fajr: 15).

Ini diantara sifat manusia yang Allah sebutkan dalam ayat ini dan bukan sifat bagi orang – orang beriman melainkan ini adalah sifat orang – orang kafir, fajir, fasik dan ahlu maksiat, adapun orang – orang yang beriman telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ ِلأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya”. (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).

Orang mukmin ketika mendapatkan nikmat ia bersyukur dan tidak lupa diri, kemudian ketika ditimpa musibah atau diuji oleh Allah dia bersabar.

Dalam ayat ini Allah menceritakan tentang orang – orang kafir juga orang – orang fasik, mungkin ada dikalangan kaum muslimin yang imannya lemah dan memiliki prinsip seperti dalam ayat ini. Manusia ketika diuji oleh tuhannya berupa dimuliakan dengan jabatan, kedudukan, kekayaan, nikmat maka dia berkata:”Tuhanku memuliakan aku”. Perkatan ini sama dengan perkataan salah seorang lelaki yang kafir kepada saudaranya yang disebutkan dalam surah Al-Kahfi:

وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَٰذِهِ أَبَدًا ,وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَىٰ رَبِّي لَأَجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا

“Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik dari pada kebun-kebun itu”. (QS. Al-Kahfi 35-36).

Dalam ayat yang lain Allah berfirman:

وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَٰذَا لِي وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُجِعْتُ إِلَىٰ رَبِّي إِنَّ لِي عِنْدَهُ لَلْحُسْنَىٰ ۚ فَلَنُنَبِّئَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِمَا عَمِلُوا وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنْ عَذَابٍ غَلِيظٍ

Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: “Ini adalah hakku, dan aku tidak yakin bahwa hari Kiamat itu akan datang. Dan jika aku dikembalikan kepada Tuhanku maka sesungguhnya aku akan memperoleh kebaikan pada sisi-Nya”. Maka Kami benar-benar akan memberitakan kepada orang-orang kafir apa yang telah mereka kerjakan dan akan Kami rasakan kepada mereka azab yang keras“. (QS. Fussilat : 50).

Diantara faedah yang bisa diambil dari ayat ini, bahwasanya Allah menguji hambanya, menunjukkan harta, pangkat, kedudukan, kelapangan, kesehatan semuanya adalah ujian dari Allah Subhanahu wata’ala, Allah Subhanahu wata’ala menguji kita dengan kelapangan, dengan kekayaan, sebagaimana perkataan Nabi Sulaiman ketika diuji:

هَٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ

..”Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya)(QS. An-Naml: 40).

Beliau mengakui semua nikmat Allah yang ia dapatkan berupa kekuasaan, kekayaan bahkan kenabian dengan berkata:”Ini termasuk kurnia Tuhanku”, oleh karenanya jika ada orang yang memuji kita misalnya memuji harta kita, keluarga kita atau memuji kita maka ucapkan:”Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya)”.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَىٰ ,أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَىٰ

“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
karena dia melihat dirinya serba cukup”.
(QS. Al-Alaq : 6-7)

Sifat dan tabiat bagi sebagian manusia ketika ia diberikan kekayaan ia berlaku sombong, ia merasa cukup dan merasa wajib untuk dihormati, dimuliakan, ini sifat sebagian orang yang diberikan kelapangan oleh Allah, jadi ini yang harus kita yakini dan harus selalu diingatkan kepada diri kita sendiri karena kehidupan di dunia ini sili berganti, terkadang kita diberikan kelapangan dan pada saat kita diberikan kelapangan jangan lupa kepada Allah karena kelapangan adalah ujian dari Allah Subhanahu wata’ala.

Abdurrahman Bin Auf Radhiyallahu ‘anhu termasuk diantara sahabat yang dilapangkan hartanya oleh Allah, ketika beliau berpuasa dihadirkan hidangan yang lezat, beliau kemudian berkata:”Sahabat Nabi Mushaf bin Umair telah dibentangkan dunia kepadanya namun ia berpaling darinya karena takut akan agamanya, adapun kita dunia dibentangkan didepan kita dan saya khawatir jangan sampai ini nikmat yang dipercepat didunia untuk kemudian Allah mengharamkan kita dari akhirat“, beliau kemudian pergi meninggalkan hidangan tersebut.

Abdurrahman bin Auf mengingat Mushaf bin Umair, Mushaf bin Umair adalah salah seorang pemuda yang kaya raya yang sangat diminati bahkan di idam – idamkan oleh para wanita di kota Makkah untuk bisa menjadi istri Mushaf, ia keluarga yang kaya raya, ibunya kaya raya dan ia mendapakan nafkah dari keluarganya, ketika ia melewati sebuah lorong kemudian orang lewat dibelakangnya bisa tahu bahwasanya baru saja Mushaf bin Umair lewat ditempat ini karena bekas bau parfumnya masih tercium padahal sudah lama ia melewati lorong tersebut, namun ketika beliau masuk islam beliau diboikot oleh ibunya dan beliau lebih memilih hidup dalam kesederhanaan bahkan hidup dalam kefakiran demi mempertahankan aqidahnya, sampai Nabi terharu melihat Mushaf bin Umair, ketika beliau syahid dimedan Uhud, seorang pemuda yang dulu kaya raya dan terkenal menjadi idaman seorang wanita namun ketika ia meninggal tidak ada yang menutupi tubuhnya kecuali sepotong kain yang jika kain itu ditarik maka tersingkap kakinya dan ketika ditarik ke kakinya tersingkap kepalanya, Nabi kemudian terharu sambil memerintahkan para sahabat untuk menutupi kepalanya adapun kakinya ditutupi dengan tumbuh – tumbuhan. Oleh karenanya orang – orang kafir dihari kemudian nanti dikatakan kepada mereka:”Kalian lebih dahulu telah mengambil kenikmatan – kenikmatan kalian, kalian sudah bersenang – senang dengan dunia yang kalian dapatkan, adapun hari ini engkau tetap mendapatkan hukuman yang menghinakanmu disebabkan kesombonganmu dulu didunia dan kefasikan yang engkau lakukan dengan harta yang engkau miliki“,

Sebagian ulama menyebutkan ayat ini (QS. Al-Fajr : 15) tidak hanya berlaku kepada orang kafir bahkan orang beriman yang hidupnya di dunia ini penuh dengan kenikmatan, kaya raya. Semakin seseorang mendapatkan kenikmatan di dunia maka
nanti dikurangi kenikmatan untuknya di akhirat dan dari sini Nabi mengatakan:”Orang – orang miskin itu lebih dahulu dimasukkan ke dalam surga dibanding orang – orang kaya dengan jarak setengah hari“, oleh sebab itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berlindung kepada Allah dari kefakiran namun beliau berdoa dibangkitkan pada hari kiamat dalam golongan orang – orang miskin, padahal Nabi pernah ditawari oleh Allah apakah beliau menjadi Nabi sekaligus raja atau penguasa dan beliau memiliki salaf dari kalangan Nabi seperti Nabi Sulaiman, Nabi Daud ‘Alaihissalam, atau menjadi Nabi dan Rasul sekaligus menjadi hamba biasa, ketika tawaran itu diberikan kepada beliau Jibril kemudian memberikan isyarat kepada Nabi dengan menurunkan sayapnya dengan berkata:”Hendaknya engkau tawadhu wahai Muhammad”, sebagian ulama mengatakan:”Sengaja Nabi memilih untuk menjadi hamba biasa, menjadi orang miskin karena beliau tahu kebanyakan ummatnya miskin – miskin sehingga ketika mereka merasakan itu mereka tidak terlalu bersedih karena kekasih Allah jujungan mereka yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memilih hidup dalam kondisi dan keadaan seperti itu”.

Ayat selanjutnya Allah berfirman:

وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ

“Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Tuhanku menghinakanku”. (QS. Al-Fajr : 16).

Allah berfirman:

اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-‘Ankabuut: 62).

Diantara makna Al-Qadr adalah sempit, disebut dengan Lailatul qadr artinya malam yang mulia juga bisa diartikan malam yang sempit, mengapa dikatakan malam yang sempit karena sebagaimana firman Allah:

تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْر

“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan”. (QS. Al-Qadr: 04). Jadi bumi menjadi sempit dengan banyaknya malaikat yang turun.

Allah berfirman tantang suami yang kaya:

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”. (QS. At-Talaq : 7). Jadi, jangan seorang suami dengan dalih berhemat dia kikir kepada keluarganya dan jangan pula berlebih – lebihan.

Perlu diketahui oleh para akhwat, para ibu – ibu, para istri, ini perintah dari Allah oleh karenanya seorang istri harus memiliki sifat qana’ah jangan seorang istri mengingkari kebaikan suaminya sebagaimana kata Nabi:

وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ. قَالُوا: لِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُفْرِهِنَّ. قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ

Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari ini. Dan aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita”. Mereka bertanya:”Kenapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?”, Beliau menjawab:”Disebabkan kekufuran mereka”. Ada yang bertanya kepada beliau:”Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?”, Beliau menjawab: “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata:”Aku sama sekali belum pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari no. 5197 dan Muslim no. 907).

Wallahu a’lam Bish Showaab 


Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Senin, 23 Sya’ban 1440 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : https://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/


Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.