spot_img

Islam, Iman dan Ihsan – Pembahasan Kitab Arba’in Nawawiyah Hadist Kedua (Bagian 1)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ


Dari Umar radhiyallahu‘anhu juga berkata:

 بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ, وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ, وَ قَالَ : يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِسْلاَمِ, فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم : اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ, وَتُقِيْمُ الصَّلاَةَ, وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ, وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ, وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ : صَدَقْتُ. فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْئَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِيْمَانِ, قَالَ : أَنْ بِاللهِ, وَمَلاَئِكَتِهِ, وَكُتُبِهِ, وَرُسُلِهِ, وَالْيَوْمِ الآخِرِ, وَ تُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَ شَرِّهِ. قَالَ : صَدَقْتَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ الإِحْسَانِ, قَالَ : أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنِ السَّاعَةِ قَالَ : مَا الْمَسْؤُوْلُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ. قَالَ : فَأَخْبِرْنِيْ عَنْ أَمَارَاتِهَا, قَالَ : أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا, وَأَنْ تَرَى الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوْنَ فِيْ الْبُنْيَانِ, ثم اَنْطَلَقَ, فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرُ, أَتَدْرِيْ مَنِ السَّائِل؟ قُلْتُ : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قَالَ : فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Pada suatu hari kami duduk di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang kepada kami seseorang yang sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak nampak kalau sedang bepergian dan tidak ada seorangpun dari kami yang mengenalnya. Kemudian dia duduk menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menyandarkan lututnya kepada lutut beliau, dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas paha beliau.

Dia bertanya, “Ya Muhammad! Kabarkan kepadaku tentang Islam.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam adalah Anda bersyahadat لاَإِ لَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ , menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan dan berhaji ke Baitullah jika Anda mampu menempuh jalannya.” Lelaki itu berkata, “Engkau benar.” Kami heran terhadapnya, dia yang bertanya sekaligus yang mengoreksinya.

Lelaki itu berkata lagi, “Kabarkanlah kepadaku tentang iman!” Beliau menjawab, “Anda beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari Akhir dan Anda beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” Lelaki itu menjawab, “Engkau benar.” 

Dia berkata lagi, “Kabarkan kepadaku tentang ihsan!” Beliau menjawab, “Anda menyembah Allah seolah-olah melihatnya. Jika Anda tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat Anda.” Dia berkata lagi, “Kabarkan kepadaku tentang hari Kiamat!” Beliau menjawab, “Tidaklah yang ditanya lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia berkata lagi, “Kabarkan kepadaku tentang tanda-tandanya.” 
Beliau menjawab, “Jika seorang budak wanita melahirkan majikannya dan jika Anda melihat orang yang tidak beralas kaki, tidak berpakaian, miskin dan penggembala kambing saling bermegah-megahan meninggikan bangunan.”

Kemudian lelaki itu pergi. Aku diam sejenak lalu beliau bersabda, “Hai Umar! Tahukah kamu siapa yang bertanya itu?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya dia Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.”  (Diriwayatkan oleh Muslim)

BACA JUGA: Sirah: Khadijah binti Khuwailid, Membuka Hati untuk Laki-Laki Mulia


Hadist ini menggambarkan level keberislaman kita; yang pertama adalah Level Islam, yang kedua adalah Level Iman dan yang ketiga adalah Level Ihsan. Sebagian Ulama menggambarkan jika dibuatkan diagramnya maka Islam merupakan lingkaran yang paling luar dan yang paling luas. Didalam lingkaran Islam didalamnya ada lingkaran yang lebih kecil yang disebut lingkaran Iman. Kemudian didalam lingkaran Iman ada lagi lingkaran yang lebih kecil yang disebut lingkaran Ihsan, sehingga jika dibaca diagramnya maka dapat dikatakan bahwa “Tidak setiap muslim otomatis dapat dikatakan mukmin, dan tidak setiap mukmin otomatis dapat dikatakan muhsin”. Namun jika dibalik pembacaannya maka dapat dikatakan bahwa “Setiap orang yang berihsan maka dia pasti adalah mukmin dan setiap mukmin pasti adalah muslim.”

Pesan pertama yang disampaikan dari hadist ini bahwa menuntut ilmu harus didahului dengan adab, dimulai dari adab dalam berpakaian seperti yang ditunjukkan dalam hadist tersebut bahwa pria itu datang menemui Rasulullah dengan penampilan yang rapi dengan pakaian yang bersih dan pria itu juga duduk dengan sikap penghormatan dihadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu persoalan adab merupakan hal yang sangat penting dalam menuntut Ilmu Syar’i.

Para Ulama telah mengajarkan pada kita semua bahwa seringkali ilmu itu bukan karena sedikit atau banyaknya yang kita dapatkan, tetapi persoalan utamanya terletak pada adanya adab atau tidak dalam menuntut ilmu, karena dengan adanya adab maka ilmu itu akan diberkahi Allah subhanahu wa ta’ala dan kalau ilmu sudah diberkahi, maka Allah yang akan menambahkan ilmu kepada sang pemilik adab itu.

Pelajaran kedua terkait menuntut ilmu dalam hadist ini adalah bertanya itu adalah kunci ilmu. Sebagian ulama mengatakan orang yang tidak mau bertanya penyebabnya ada dua, malu dalam bertanya atau tidak merasa perlu bertanya karena ada rasa takabbur (sombong) dalam dirinya. Jadi orang tidak berhasil dalam menuntut ilmu adalah kedua jenis orang tersebut.

Perlu diingat bahwa bertanya dalam majelis juga ada adabnya; bertanya itu harus dengan cara yang baik.

Contoh bertanya dengan tidak adanya adab atau tidak tepat; kita bertanya kepada seorang Ustadz atau seorang Ulama mengenai hukum suatu masalah, kemudian dijawab oleh sang Ustadz bahwa persoalan tersebut hukumnya “begini” sesuai dengan sumber-sumber yang ada, tetapi kita tidak merasa puas, kita mengajukan lagi pertanyaan kedua sebagai bentuk ketidakpuasan; hal ini merupakan bentuk kurang adab dalam bertanya. Seharusnya cara bertanya dengan benar adalah tidak menimpali langsung jawaban dari Ustadz tersebut tetapi saling berdiskusi terkait hukum dari masalah tesebut dengan santun.

Contoh lain dari cara bertanya yang tidak benar adalah menanyakan sesuatu yang belum pernah terjadi atau bahkan yang tidak akan terjadi seperti Umar ibnu Khattab yang pernah menegur seseorang yang menanyakan sesuatu yang belum pernah terjadi. Umar mengatakan “Apakah itu sudah terjadi?”, orang itu mengatakan “Belum”. Maka Umar mengatakan “Kalau begitu tunggu, kalau sudah terjadi maka datang lagi kesini untuk bertanya.”

Wallahu a’lam bisshowab

Pembahasan dilanjutkan pada BAGIAN KEDUA

Oleh : Ustadz Dr. Ihsan Zainuddin, Lc., M.Si Hafidzahullahu Ta’ala
Ta’lim Kajian Kitab Arbain Nawawiyah – Masjid Nurul Hikmah MIM (Kamis, 6 Desember 2019)

Kunjungi Media MIM:
Website : https://mim.or.id
Fanspage Facenook: http://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/
Youtube : http://www.youtube.com/c/MimTvMakassar
Telegram : http://telegram.me/infokommim
Instagram : http://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

BACA JUGA: Kepedulian Terhadap Palestina, Muslimah MIM Menghadirkan Pemateri Aktivis Internasional dari Palestina

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.