mim.or.id – Dalam sebuah riwayat dikisahkan, sayap-sayap Malaikat Jibril menutup ufuk. Kemudian dia mendekati Nabi. Nabi kita mengatakan, “Beliau mendekap aku dengan kencangnya, aku bergetar sampai aku melihat kematian itu berada dihadapanku. Dia mendekapku dengan kencang dan berkata, “Iqraa’ (Bacalah).” Itu berulang sampai tiga kali.
Bayangkan seorang Nabi yang terbiasa dengan kehidupan yang polos dengan fitrahnya berada dalam sebuah goa (Goa Hira) dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu beberapa kondisi dan beberapa lamanya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk dan merenung memikirkan betapa kondisi buruk dari pameran jahiliyah ketika itu dengan semua kultur dan kultus yang menyertai kehidupan mereka terhadap berhala-berhala dan bapak-bapak jahiliyah mereka.
Datang Jibril mendekap Nabi dengan dekapan yang begitu kencang sampai Jibril menyelesaikan diktenya dan mengatakan “Iqraa” hingga berakhir sampai lima ayat, itulah yang menandakan kenabian beliau.
Kalau begitu, apakah kita merasa berat dengan sebuah ibadah, kita dianggap belum berikhlas karena terpaksa melakukannya? Tentu tidak, karena keikhlasan bukan digantungkan pada titik kita terpaksa melakukannya karena memang ada ibadah yang kita diminta berjuang melawan malas kita.
Ketika dingin seseorang secara alami itu enggan berjumpa dengan dingin. Dicari cara agar terhindar dari dingin. Makanya Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa ada rasa berat yang akan datang nanti ketika kalian diminta untuk melakukan sebuah ibadah. Kata Allah subhanahu wa ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الْأَرْضِ
“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu?” (QS. At-Taubah: 38).
Sungguh, seperti inilah kebaikan itu. Kita berpindah dari satu pada kebaikan yang lain. Itu yang kita lakukan. Mulailah dengan kebaikan-kebaikan kecil karena menyusuri kebaikan dari kecil-kecilnya membuat kita terbiasa menyentuh kebaikan-kebaikan yang besar.
Begitu banyak hal yang kadang membuat kita bersemangat berapi-api diawal kali mengenalnya setelahnya kita berpindah untuk meninggalkannya karena bosan dan tidak kuat lagi. Mari kita belajar dari orang-orang terdahulu mereka terbiasa untuk terpaksa akhirnya menganggap ibadah itu tamasya mereka.
Ketika mereka beribadah, yang mereka tau sedang berada dalam ayun-ayun taman surga. Mereka tertidur dengan ibadahnya. Mereka bangun untuk beribadah kembali, karena setiap ibadah yang mereka lakukan ada bahagia yang mereka dapatkan, ada manisnya iman yang Allah janjikan kepada orang-orang yang beriman.