spot_img

Jangan Melupakan Kebaikan Diantara Kamu

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam penggalan ayat:

وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ

Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu“.(QS. Al Baqarah:237).

Ayat ini menjelaskan tentang pernikahan dan perceraian, dimana ayat lengkapnya:

وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّا أَنْ يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ ۚ وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۚ وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan“. (QS. Al Baqarah:237).

Janganlah melupakan kebaikan diantara kalian akan tetapi ceritakanlah yang baik – baik tentang pasangan kalian. Yang lalu biarlah berlalu tutuplah lembaran hidup pasangan yang tidak diberi taufik untuk meneruskan bahtera kehidupan rumah tangga, akan tetapi janganlah menceritakan antara kejelekan yang satu dengan yang lain.

Ketika suami istri tidak mampu meneruskan hubungan rumah tangga mereka sehingga terjadilah perceraian dimana perceraian adalah sesuatu yang halal dan dibolehkan akan tetapi dibenci oleh Allah Subhanahu wata’ala dan disenangi oleh syaithan karena setelah perceraian maka akan muncul banyak masalah terutama yang menyangkut masalah keturunan (anak), dan diantara salah satu penyebab rusaknya moral seorang anak adalah karena keharmonisan rumah tangga yang rusak, dimana anak terbiasa mendengarkan teriakan dan bentakan dari kedua orang tuanya sehingga ketika anak tidak merasa nyaman dalam rumah yang didalamnya sering terjadi pertikaian antara suami istri maka  anak terpaksa mencari hiburan diluar rumah, berkenalanlah mereka dengan orang – orang yang rusak akhlak dan moralnya sehingga moral anak pun menjadi rusak karena lingkungan pertemanan yang buruk.

Oleh karenanya sedapat mungkin bagaimana pasangan suami istri menjaga hubungan yang suci, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wata’ala.

وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”. (QS. An Nisaa : 21).

Penceraian yang paling dicintai dan disenangi oleh iblis sebagaimana dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ

“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut)[1] kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, “Aku telah melakukan begini dan begitu”. Iblis berkata, “Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun”. Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya (orang yang ia goda -pent) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, “Sungguh hebat engkau”. (HR Muslim IV/2167 no 2813).

Mujahid pernah ditanya:”Apakah syaithan itu pernah tidur“, beliau menjawab:”Andaikan syaithan bisa tidur kita bisa istirahat”, tetapi dia tidak pernah berhenti  untuk menggoda dan menggelincirkan anak cucu adam, bahkan jangankan dengan cara menggoda anak cucu adam untuk memisahkan suami istri syaitan mampu untuk melakukannya, dan bahkan syaithan digunakan sebagai alat untuk praktek sihir, dan sihir yang paling buruk adalah yang memisahkan antara suami istri sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَىٰ مُلْكِ سُلَيْمَانَ ۖ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَٰكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ ۚ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّىٰ يَقُولَا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۖ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ ۚ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ ۚ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۚ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir”. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. Yang memisahkan antara suami istri, ada 2 sihir yang paling keras dan kuat”. (QS. Al – Baqarah : 102).

As-Sharfu adalah menjadikan seorang lelaki cinta kepada seorang wanita walaupun sebenarnya ia tidak cinta atau dengan kata lain memalingkan, adapun  Al-‘Athfu adalah menjadikan seseorang cinta kepada seorang wanita atau sebaliknya wanita cinta kepada seorang lelaki.

Dalam islam ada yang disebut dengan sihir yang halal yaitu bagaimana seorang istri berusaha untuk menyihir suaminya akan tetapi bukan dengan buhul, azimat, dukun, sihir hitam akan tetapi dengan akhlak dan perilaku maupun dengan tutur kata yang manis sehingga suami tidak berfikir untuk berpindah kelain hati,

Kata para ulama kita hukum talaq dibagi menjadi 5 apakah dia menjadi mubah, wajib, haram, Mustahab, Makruh. namun asalnya adalah makruh yang dibenci oleh Allah Subhanahu wata’ala:

  1. Hukumnya bisa menjadi mubah ketika pernikahan tersebut menimbulkan mudharat yang lebih besar dan pertimbangannya dari sisi syar’i bukan karena hawa nafsu, karena haram hukumnya terutama seorang wanita untuk meminta cerai dari suaminya tanpa sebab yang jelas bahkan dalam hadist dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ

Wanita mana saja yang meminta talak (cerai) tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga”. (HR. Abu Daud no. 2226, Tirmidzi no. 1187 dan Ibnu Majah no. 2055).  Apalagi jika suaminya adalah suami yang baik dan sholeh.

  1. Hukumnya bisa menjadi wajib jika alasannya adalah alasan yang syar’i seperti ketika bisa menimbulkan bahaya pada fisiknya apabila ikatan pernikahan terus dipertahankan atau misalkan suaminya murtad maka dengan sendirinya pernikahan tersebut batal atau dia tidak menunaikan sholat setelah ia dinasehati akan tetapi kondisi dan keadaannya terus demikian maka jika tidak bisa dipertahankan maka hukumnya menjadi wajib.

Pernah suatu ketika Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu pernah suatu ketika menyuruh anaknya Abdullah bin Umar untuk menceraikan istrinya, beliau kemudian menceraikannya karena perintah dari bapaknya dan sebabnya adalah umar bin khattab melihat anaknya ibnu umar sangat mencintai istrinya berlebihan sampai menghalanginya dari jihad fisabilillah akhirnya umar mengatakan :”Ceraikan istrimu karena menghalangimu untuk taat kepada Allah Subhanahu wata’ala“. Jika alasannya hanya alasan duniawiah maka tidak boleh menceraikan istri.

  1. Hukumnya menjadi haram apabila suami menceraikan istrinya pada saat haid, atau pada saat suci dan di masa suci itu sang suami telah berjimak dengan istrinya. Diharamkan juga mengucapkan thalaq lebih dari satu. Misalkan dengan mengatakan: aku thalaq engkau dua kali, atau aku thalaq engkau seratus kali. Ucapan demikian adalah haram.
  1. Hukumnya bisa mustahab apabila dalam kondisi tertentu maka perceraian adalah sesuatu yang dianjurkan. Hal ini jika dikhawatirkan memudharatkan salah satu atau kedua belah pihak bagi suami istri jika pernikahan itu dilanjutkan. Contohnya, jika istri bersikap dominan pada suami, sedangkan suaminya penakut. Mudah dipengaruhi, namun sulit mempengaruhi orang lain.
  1. Hukumnya menjadi makruh karena secara asal hukum perceraian adalah makruh (dibenci). Jika seorang suami menceraikan istrinya tanpa ada sebab, maka itu adalah makruh. Secara asal, perceraian adalah sesuatu yang tidak disukai oleh Allah Subhanahu wata’ala.

Dalam surah yang lain Allah Subhanahu wata’ala menyebutkan tentang talak dalam surah at talaq:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ ۚ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَٰلِكَ أَمْرًا

Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru”.(QS. At-Talaq Ayat 1).

Oleh karenanya dalam menjalin hubungan rumah tangga maka yang perlu untuk diterapkan dalam hubungan rumah tangga tersebut adalah bagaimana untuk membangun ketakwaan dan kesabaran.

  1. Ketakwaan

Dalam ayat diatas disebutkan kata takwa sehingga kata para ulama kita bahwasanya kebanyakan sebab terjadinya perceraian adalah karena tidak ada ketakwaan dalam rumah tangga tersebut, itulah mengapa ulama kita mengatakan:”Seorang ustadz atau orang alim ketika ada seorang suami atau istri yang datang mengadukan pasangannya dan mengatakan saya ingin bercerai, maka wasiat pertama yang ia sampaikan kepadanya adalah Ittaqillah (bertakwalah engaku kepada Allah Subhanahu wata’ala), dalilnya adalah terdapat dalam surah al ahzab ayat 37 ketika Zaid bin Harits yang dulunya pernah diangkat oleh Rasulullah sebagai anak angkatnya yang diberi nama Zaid bin Muhammad namun turun firman Allah yang artinya:”Sandarkan kepada bapak – bapak mereka“. akhirnya dikembalikan namanya menjadi Zaid bin Harits, beliau menikah dengan pilihan wanita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu Zainab Radhiyallahu ‘anha namun hubungan rumah tangga keduanya tidak langgeng akhirnya Zaid datang kepada Rasulullah mengadukan hasrat dan keinginannya beliau berkata:”Ya Rasulullah saya tidak mampu meneruskan rumah tangga dengan zainab saya ingin bercerai dengannya, namun Rasulullah mewasiatkan pertama kali kepada zaid dengan berkata:” Ittaqillah (bertakwalah engaku kepada Allah Subhanahu wata’ala).

Firman Allah Subhanahu wata’ala:

وَإِذْ تَقُولُ لِلَّذِي أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَنْعَمْتَ عَلَيْهِ أَمْسِكْ عَلَيْكَ زَوْجَكَ وَاتَّقِ اللَّهَ وَتُخْفِي فِي نَفْسِكَ مَا اللَّهُ مُبْدِيهِ وَتَخْشَى النَّاسَ وَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ تَخْشَاهُ ۖ فَلَمَّا قَضَىٰ زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لَا يَكُونَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا ۚ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ مَفْعُولًا

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi”. (QS. Al Ahzab : 37). 

Dalam Surah At Talaq ayat 1 diatas Allah Subhanahu wata’ala berkata:”Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar“, maksudnya seorang istri tetap tinggal dirumah suaminya. Asalnya rumah tersebut milik suami karena ia yang menyiapkan rumah akan tetapi istri masih berhak tinggal dirumah tersebut oleh karenanya seorang wanita jangan langsung pergi karena Allah Subhanahu wata’ala mengatakan diakhir ayat :“Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru”. Bisa jadi awalnya mereka saling bertengkar hingga keluar kata bercerai namun setelah itu dengan hikmah Allah Subhanahu wata’ala keduanya kembali menjadi keluarga yang damai dan harmonis.

  1. Kesabaran

Seorang pemuda yang belum memasuki jenjang pernikahan bahwa tidak semua pernikahan itu mudah terutama ditahun pertama atau kedua karena dalam pernikahan akan banyak cobaan dan ujian yang harus membutuhkan kesabaran.

Salah seorang salaf dimajelisnya ia membawa anaknya yang sangat berbakti kepadanya, sangat penurut kepadanya, murid-muridnya takjub dan berkata:”Ya Syaikh apa rahasianya bisa memiliki anak yang berbakti seperti anak anda”, kemudian Syaikh berkata:”Saya bersabar tehadap ibunya yang tidak pernah tersenyum kepadaku selama 20 tahun”. Namun Allah Subhanahu wata’ala menggantikannya dengan anak yang sholeh itulah sebabnya mengapa hak talaq diberikan kepada lelaki karena lelaki memiliki akal yang tidak sama dengan wanita, andaikan hak cerai ada ditangan wanita maka setiap hari terjadi talaq karena ia menghukumi dengan perasaan adapun lelaki dengan akal yang membuatnya harus berfikir lebih panjang kedepan tentang hubungan ketika terjadi perceraian.

Dalam menjalin hubungan rumah tangga dibutuhkan kesabaran agar rumah tangga yang terjalin senantiasa berada dalam hubungan yang damai dan harmonis, karena dalam suatu hubungan kadang terjadi banyak masalah yang harus diselesaikan dengan bersabar dan saling pengertian antara satu dengan yang lain, hubungan pernikahan adalah merupakan ujian dan cobaan yang harus dilalui dengan tekad yang kuat dan kesabaran diatas ketakwaan kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Wallahu A’lam Bish Showaab



Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Senin , 09 Jumadil Awal 1438 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi :
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : https://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

ID LINE : mim.or.id

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.