spot_img

Kaitan Antara Ramadhan dan Al-Qur’an

Sesungguhnya seseorang yang memikirkan tentang bulan Ramadhan dan syariat Allah, akan mendapati adanya kaitan yang erat antara al-Qur’an -yang menyucikan dan membahagiakan jiwanya-, dengan bulan Ramadhan. Kaitan ini menjadi semakin jelas dengan ilustrasi-liustrasi yang kami sebutkan sebagai berikut ini:

Pertama, peristiwa turunnya al-Qur’an. Sesungguhnya Allah tabaraka wa Ta’ala menurunkan al-Qur’an dalam bentuk satu kesatuan yang lengkap, dari Lauh al-Mahfuzh ke Bait al-’Izzah di langit dunia pada Lailatul qadr. Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS al-Qadr [97]:1)

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan” (QS ad-Dukhan [44]:3)

Berkata Ibnu Jarir rahimahullahu:

“Allah Ta’ala berfirman: ‘Sesungguhnya Kami menurunkan qur’an ini dalam satu kesatuan di malam kemuliaan (Lailatul Qadr) ke langit dunia.’ dan malam itu merupakan malam keputusan. Di dalamnya Allah memutuskan ketetapan-ketetapan-Nya untuk setahun penuh.”

Berkata al-Sa’dy rahimahullahu:

Allah Ta’ala menjelaskan tentang keutamaan dan keluhuran nilai Ramadhan: ‘Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan’, sebagaimana firman-Nya: ‘Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi’ yakni bahwa Allah mulai menurunkan al-Qur’an pada bulan Ramadhan, di malam kemuliaan. Dan Allah merahmati hamba-hamba-Nya dengan rahmat yang dilimpahkan-Nya secara umum, tidak akan mampu hamba-hamba-Nya untuk mensyukurinya.” (Lih: Tafsir al-Sa’dy hlm. 931)

Kedua, bulan perjuangan. Sesungguhnya bulan Ramadhan yang penuh berkah ini adalah bulannya ibadah puasa. Namun bukan berarti cukup dengan puasa saja, tetapi bulan ini juga adalah bulan kesungguhan dan keseriusan dalam melaksanakan berbagai macam ketaatan, bahkan saling berlomba-lomba dalam melakukannya.

Allah Ta’ala berfirman:

Dan dalam hal yang demikian itu hendaknya orang-orang saling berlomba-lomba” (QS al-Muthaffifin [83]:26).

Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun biasa meningkatkan amal kebaikannya di bulan Ramadhan. Dinukil dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ القُرْآنَ، فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ المُرْسَلَةِ

Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling dermawan. Kedermawanan beliau meningkat di bulan Ramadhan, bulan di mana Malaikat Jibril menjumpainya. Jibril setiap malam di bulan Ramadhan menjumpai beliau dan mengajarkan al-Qur’an. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar lebih dermawan dibanding angin yang berhembus.” (HR al-Bukhary no. 6 dan no. 4.997, Muslim no. 2.308)

Di dalam Hadits tadi disebutkan bahwa setiap malam Malaikat Jibril mengajarkan kepada beliau al-Qur’an, sekali dalam setahun. Adapun di bulan Ramadhan terakhir yang dijumpai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menamatkannya dua kali. Sebagimana kabar yang bersumber dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, diriwayatkan Imam Muslim, nomor Hadits 2.450.

Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata dalam kitab Lathaif al-Ma’arif li Ibnu Rajab, (hal 169):

“Hadits tersebut juga menunjukkan tentang dianjurkannya belajar al-Qur’an dan berkumpul untuk belajar al-Qur’an di bulan Ramadhan. Dan dalam Hadits ini juga memuat anjuran untuk menyetorkan bacaan al-Qur’an kepada guru yang lebih baik hafalannya darinya. Hadits tersebut juga memuat dalil akan disukainya memperbanyak tilawah di bulan ini.”

Beliau juga berkata:

“Dalam Hadits dari Ibnu ‘Abbas diceritakan bahwa proses pengajaran al-Qur’an yang terjadi antara Nabi dan Jibril berlangsung di malam hari, hal ini menunjukkan bahwa dianjurkan untuk memperbanyak tilawah di bulan Ramadhan khususnya di malam harinya. Karena di malam hari seseorang telah terhenti dari kesibukan-kesibukannya, ia dapat fokus dengan pikirannya, dan di saat itu hati dan lisan terkumpul dalam suatu aktivitas tadabbur al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئاً وَأَقْوَمُ قِيلاً

Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan” (QS al-Muzammil [73]:6)

Bulan Ramadhan memiliki kekhususan tersendiri dalam kaitannya dengan al-Qur’an, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran” (QS al-Baqarah [2]:185)

Terkait ayat di atas, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan:

“Sesungguhnya al-Qur’an diturunkan dalam satu kesatuan dari al-Lauh al-Mahfuzh ke Bait al-Izzah pada malam Lailatul qadar.”

Landasan pernyataan ini adalah firman Allah Ta’ala:

“Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (QS al-Qadr [97]:1)

dan firman-Nya:

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS al-Dukhan [44]:3).

Dan dinukil dari ‘Ubaid bin ‘Umair bahwa: pertama kali wahyu turun dan al-Qur’an turun kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah di bulan Ramadhan (Lih: Lathaif al-Ma’arif, halaman 169).

Beliau rahimahullahu juga berkata:

“Sebagian salaf biasa menamatkan al-Qur’an dalam shalat malam di bulan Ramadhan dalam tiga malam. Sebagian lain dari mereka, termasuk di antaranya Qatadah, menamatkannya dalam tujuh malam. Dan sebagian lain, termasuk Abu Raja’ al-’Atharidy, menamatkannya dalam sepuluh malam.

Para salaf pada bulan Ramadhan biasa membaca al-Qur’an (dan menamatkannya) di dalam shalat maupun di luar shalat. Al-Aswad biasa menamatkan al-Qur’an dalam dua hari.

An-Nakha’iy, melakukan yang serupa dengan al-Aswad khususnya di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Adapun di hari-hari yang lain dalam bulan Ramadhan beliau menamatkannya dalam tiga hari. Adapun Qatadah menamatkan al-Qur’an di hari-hari biasa dalam tujuh hari. Di bulan Ramadhan beliau menamatkannya dalam tiga hari. Dan di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan beliau menamatkannya setiap hari.

Imam Syafi’i di bulan Ramadhan menamatkan membaca al-Qur’an sebanyak enam puluh kali yang beliau baca di luar shalat. Dinukil dari Abu Hanifah hal yang sama.

Qatadah biasa belajar al-Qur’an di bulan Ramadhan.

Az-Zuhry apabila telah datang Ramadhan, beliau berkata: “Sesungguhnya bulan ini adalah bulan untuk membaca al-Qur’an dan untuk memberi makan.”

Berkata Ibnu ‘Abd al-Hakam:

“Imam Malik apabila telah memasuki bulan Ramadhan, beliau tinggalkan membaca Hadits maupun aktivitas mengajar, dan fokus untuk membaca al-Qur’an dari mushaf”

Berkata ‘Abd al-Razzaq:

“Sufyan al-Tsaury apabila memasuki bulan Ramadhan beliau meninggalkan segala aktivitas ibadah (sunnah), dan mencurahkan perhatiannya untuk membaca al-Qur’an.”

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha di bulan Ramadhan biasa mulai membaca al-Qur’an di awal siang. Dan beliau baru tidur apabila matahari terbit.

Sufyan berkata:

‘Zubaid al-Yamy apabila datang Ramadhan biasa menyediakan mushaf-mushaf kemudian beliau mengumpulkan sahabat-sahabatnya.’

Memang terdapat larangan untuk menamatkan membaca al-Qur’an kurang dari tiga hari. Namun larangan itu berlaku apabila hal tersebut dijadikan kegiatan rutin sepanjang waktu. Adapun jika hal tersebut dilakukan di waktu-waktu tertentu yang memang memiliki keutamaan khusus, seperti di bulan Ramadhan, terlebih lagi di waktu-waktu yang diharapkan padanya terdapat malam lailatul qadar, atau di tempat-tempat tertentu yang memiliki keutamaan khusus seperti di Mekkah bagi selain penduduknya, maka dianjurkan memperbanyak membaca al-Qur’an untuk memanfaatkan keutamaan waktu-waktu dan tempat-tempat tersebut. Ini merupakan pendapat Ahmad, Ishaq, dan imam-imam yang lain, berdasarkan perbuatan orang-orang selain mereka.” (Lih: Lathaif al-Ma’arif, hal 171)

Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah suri tauladan bagi kita. Kedermawanan Beliau meningkat di bulan Ramadhan. Dan telah diuraikan tentang gambaran keadaan para salaf di bulan Ramadhan. Maka tirulah mereka walaupun mungkin kita tidak akan mampu menyamainya. Karena berusaha meniru keadaan orang-orang yang mulia akan melahirkan kesuksesan.

Sumber: https://ramadaniat.ws/zikr/116

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.