spot_img

Kitabul Jami’ Hadist 34, Larangan Menyerupai Kaum Kafir

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Dari Abdullah Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma anak dari Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031).

Ini qaidah yang sangat penting dalam agama kita yang mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah diberi jawami’ul kalim (Perkataan yang singkat tetapi memiliki makna yang padat), jawami’ul kalim adalah kekhususan yang Allah berikan kepada beliau sebagaimana Rasulullah sendiri berkata:”Saya diberi oleh Allah jawami’ul kalim”, diantaranya sebagaimana hadist diatas. 

Yang dimaksud menyerupai dalam hadist diatas adalah menyerupai dalam segala hal baik dari sisi aqidah, ibadah, syiar, kebiasaan atau adat seperti berpakaian, penampilan dan seterusnya, jadi Allah Subhanahu wata’ala menyempurnakan agamanya kepada orang – orang yang beriman. Rasulullah telah meninggalkan kita diatas Al Mahajjah (Sudah sangat terang benderang), tidak ada perkara kecuali telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam baik dalam urusan akhirat bahkan sampai dalam urusan dunia, oleh karenanya diawal Al-Qur’an surah Al-Fatihah kita sering membaca:

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ {6} صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَالضَّآلِّينَ {7

“Tunjukilah  kami jalan yang lurus, Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat”. (QS. Al-Fatihah: 6-7).

Jadi, 2 kaum ini adalah kaum yang dilaknat dan dimurkai
oleh Allah Subhanahu wata’ala dan kita dilarang untuk mengikuti jalan – jalan mereka. Dalam hadist yang lain Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ

Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata:”Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab:”Lantas siapa lagi?”. (HR. Muslim no. 2669).

Oleh karenanya menyelisihi mereka orang – orang kafir, fasik, fajir adalah bagian dari ibadah dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sangat semangat untuk selalu berusaha menyelisihi orang – orang yahudi, orang – orang nasrani, orang – orang musrik sampai beliau mencontohkan dalam perbuatan dan perkataan, diantaranya yang disebutkan dalam sejarah yaitu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah beberapa bulan lamanya kaum muslimin sholat menghadap ke Baitul Maqdis namun ketika Rasulullah melihat orang – orang yahudi juga menghadap ke Baitul Maqdis maka beliau berdoa dan meminta kepada Allah agar kiblat kaum muslimin dipalingkan untuk menghadap ke Arah Ka’bah, Allah mengabadikan peristiwa itu di dalam Al-Qur’an:

قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”. (QS. Al-Baqarah : 144).

Ketika perintah mengubah arah kiblat turun kepada Nabi dan disampaikan kepada salah seorang sahabat, ada salah seorang sahabat mendatangi satu kampung yang dekat dari Madinah mereka sementara sholat berjama’ah menghadap ke Baitul Maqdis kemudian orang yang datang ini menyampaikan kepada mereka bahwasanya kiblat telah diubah menghadap ke Masjidil Haram, imam yang memimpin sholat langsung memutar posisinya 180 derajat dan makmum yang berada dibelakang juga memutar diri mereka untuk berdiri dibelakang imam. Dari sini banyak faedah yang bisa kita ambil diantaranya ketika kita melihat ada saudara kita yang sementara sholat kemudian salah kiblat maka tidak mengapa kita memberitahukan kepadanya atau mengambil bahunya dan mengarahkannya ke arah kiblat yang benar tanpa ia harus memutuskan sholatnya.

Pertanyan:”Lalu bagaimana dengan sholat yang telah ia kerjakan ketika menghadap ke Baitul Maqdis apakah diterima atau bagaimana..? jawab:“Ketika ayat ini turun orang – orang yahudi kemudian berkata:”Tidaklah Muhammad ini melainkan ia berusaha menyelisihi semua yang menjadi kebiasaan kita sampai dalam ibadah, kemudian mereka dan orang – orang munafik mengatakan:”Lalu bagaimana dengan sholat kami dahulu dan bagaimana dengan sholat orang – orang yang lebih dahulu meninggal diantara mereka jika kiblat itu berubah”, maka turunlah firman Allah Subhanahu wata’ala:”Allah tidak akan menyianyiakan sholat kalian”, sholat mereka yang lalu itu sah dan diterima.

Ini salah satu contoh kasus dimana Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sangat berusaha untuk mnyelisihi orang – orang yahudi dan nasrani, ketika di kota Madinah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bermusyawarah kepada para sahabat bagaimana mengumumkan atau memanggil orang – orang untuk melaksanakan sholat dimasjid, ini terjadi sebelum disyariatkan yang namanya azan, diantara sahabat ada yang mengusulkan dengan mengatakan:“Kita meniup terompet ya Rasulullah”, beliau mengatakan:“Ini adalah kebiasaan orang – orang yahudi”, jadi meniup terompet adalah kebisaan orang – orang yahudi yang wajib untuk ditinggalkan oleh karenanya jangan kita tasyabbuh (menyerupai dan taklid buta untuk ikut – ikutan tiup terompet terutama yang biasa dilakukan diakhir tahun), perlu untuk diketahui bahwasanya sejak terompet itu dibuat kemudian berpindah ketangan pengecer kemudian dites oleh pembeli menunjukkan bahwasanya terompet tersebut telah dites oleh beberapa mulut selain itu ini adalah bentuk tasyabbuh yang merupakan kebiasaan orang – orang yahudi.

Kemudian sahabat yang lain mengusulkan untuk membunyikan lonceng, Nabi berkata:”Ini adalah kebiasaan atau syiar orang – orang nasrani”, kemudian sahabat yang lain mengatakan:”Kita menyalakan api”, Nabi mengatakan:”Ini kebiasaaan orang majusi”.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَعَنَ اللَّهُ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ» ، لَوْلاَ ذَلِكَ أُبْرِزَ قَبْرُهُ غَيْرَ أَنَّهُ خَشِيَ – أَوْ خُشِيَ – أَنَّ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا

”Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kubur Nabi mereka sebagai masjid, (Aisyah berkata), ‘Kalau bukan karena hal itu, niscaya kubur beliau akan dinampakkan, hanya saja beliau takut atau ditakutkan kuburnya akan dijadikan masjid”. (HR. Bukhari no. 1390, 4441 dan Muslim no. 529).

Nabi melarang untuk menyatukan antara kuburan dengan masjid, bahkan ulama mengatakan:”Sholat ditempat itu tidak sah apalagi jika berada dalam area masjid atau berada diarah kiblat”, Nabi melarang karena ini adalah perbutaan orang – orang yahudi dan nasrani ketika ada yang meninggal dari kalangan mereka, mereka menjadikan kuburan mereka sebagai tempat ibadah, jadi walaupun ada orang yang berjasa membangun masjid atau dia mewakafkan tanahnya sekalipun lalu ia berwasiat dengan mengatakan:”Jika saya meninggal nanti maka kuburkan saya dihalaman masjid atau didekat kiblat”, wasiat yang seperti ini tidak boleh dilaksanakan dan tidak ada dosa jika tidak dilaksanakan bahkan justru berdosa ketika dilaksanakan, wasiat boleh dikerjakan selama tidak ada kemungkaran didalamnya.

Begitupula di dalam berpenampilan, Nabi mengatakan:”Selisihilah orang – orang musrik, selisihilah orang – orang majusi, selisihilah orang – orang nasrani, diantara hadist yang memerintahkan untuk menyelisihi mereka yaitu hadist dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَأَعْفُوا اللِّحَى

Potong pendeklah kumis dan biarkanlah (peliharalah) jenggot.” (HR. Muslim no. 623).

Jadi ini adalah syariat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dan bukan merupakan syiar golongan tertentu tetapi perintah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Mungkin ada yang mengatakan:”Ini adalah kebiasaan orang – orang arab.?”, kita mengatakan:”Tidak, karena ketika orang – orang nasrani dari nejran datang ke kota Madinah menjumpai Nabi dan Nabi melihat mereka memanjangkan kumis – kumis mereka dan mencukur jengggot – jenggot mereka”, Nabi bertanya:”Siapa yang menyuruh kalian berpenampilan seperti ini memanjangkan kumis dan mencukur jenggot“, mereka mengatakan:”Ini perintah dari raja kami”, namun Nabi mengatakan:”Akan tetapi tuhanku memerintahkan kami untuk mencukur kumis dan memanjangkan jenggot – jengggot kami”, jadi ini adalah bagian dari menyelisihi orang – orang yahudi dan nasrani.

Mungkin ada yang mengatakan:”Lalu bagaimana jika tidak ada niat untuk menyerupai mereka”, ulama kita mengatakan:”Baik ada niat atau tidak selama itu kebiasaan orang – orang nasrani atau orang – orang yahudi apalagi ada larangan dari Nabi maka kita mendengar dan taat dengan apa yang disampaikan oleh Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, begitupula dalam berpakaian, ikut – ikutan dalam syiar agama lain dilarang dalam agama kita dan ini dalil yang sangat kuat hadist yang pertama kita bahas ditambah dengan dalil dalam Al-Qur’an:

يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ ۖ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَٰئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا

“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun”. (QS. Al-Isra : 71).
ketika seseorang menyerupai suatu kaum secara dzahir maka secara tidak sadar menanamkan kecintaan dalam hati mereka terhadap kaum tersebut karena tidak mungkin kita meniru sesuatu dari orang lain kecuali ada dasar kecintaan atau meridhoi dari apa yang mereka kerjakan.

Begitupula penampilan, model rambut misalnya jangan ikut – ikutan, ingat didunia ini diisi oleh orang – orang baik dan orang – orang sesat, ada orang yang mendapatkan hidayah dan ada orang yang tidak mendapatkan hidayah, jangan kemudian kita mengikuti mereka – yang tidak diberi hidayah oleh Allah Subhanahu wata’ala, misalkan dia mengikuti bintang sepak bola dengan penampilannya dan model rambutnya, misalnya dia cukur untuk dibuatkan jalanan kutu dikepalanya, jangan seperti ini, misalkan di mencukur sebagian dan memanjangkan sebagian rambutnya atau dia menyemir rambutnya yang menunjukkan syi’ar kebiasaan orang – orang fasik, orang – orang kafir, olehnya dilarang dalam agama kita yang disebut dengan Al Gaza, Gaza adalah mencukur sebahagian dan membiarkan sebahagian adapula model rambut seperti kepala burung beo, sampai pada penataan rambut dan seterusnya hendaknya diperhatikan.

Umar Radhiyallahu ‘anhu pernah berkata:”Allah telah memuliakan kita dengan agama islam, barangsiapa yang mengharapkan kemuliaan diluar agama islam maka ia akan dihinakan oleh Allah Subhananahu wata’ala”. begitupula dengan model pakaian, jangan kemudian kita ikut – ikutan mencontoh mereka dengan penampilan – penampilan tertentu seperti menggunakan pakaian compang-camping atau sengaja dirobek kiri dan kanan atau warna yang tidak sesuai dengan kebiasaan orang – orang yang beriman yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala, ini konsekuensinya berat dihari kiamat nanti, jika kita cinta Nabi, cinta dengan orang – orang sholeh, cinta para ulama, cinta orang – orang yang beriman maka kita akan dikumpulkan dihari kemudian bersama dengan mereka, sebaliknya jika yang diikuti adalah orang – orang kafir, orang – orang fasik dan fajir maka dihari kiamat pun kita dikumpulkan bersama dengan mereka.

Wallahu a’lam Bish Showaab 


Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Jum’at, 17 Syawal 1440 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : https://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.