spot_img

Kitabul Jami’, Hadist Ke 19 Larangan Durhaka Kepada Orang Tua

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dari Al Mughirah bin Syu’bah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَيْكُمْ عُقُوْقَ الأُمَّهَاتِ، وَوَأْدَ اَلْبَنَاتِ، وَمَنْعًا وَهَاتِ، وَكَرِهَ لَكُمْ قِيْلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ.” مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian durhaka kepada kedua orang tua, tidak suka memberi namun suka meminta-minta dan mengubur anak perempuan hidup-hidup. Dan membenci atas kalian tiga perkara, yaitu; suka desas-desus mengatakan katanya dan katanya (banyak menukil perkataan manusia), banyak bertanya (meminta) dan menyia-nyiakan harta“. (Muttafaqun ‘alaih).

Sebaik – baik pertunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam hadist ini ada beberapa perintah dan larangan:
Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala mengharamkan atas kalian yaitu durhaka kepada Al Ummahat, Al Ummahat adalah jamak dari Al Umm atau ibu yang melahirkan kita, merupakan dosa besar dimana seorang anak durhaka kepada ibu walaupun didalamnya juga termasuk larangan durhaka kepada ayah, dalam hadist diatas dikhususkan atau disebutkan Al-Umm karena durhaka yang paling banyak terjadi adalah durhaka kepada ibu karena seorang ibu lemah dibanding dengan seorang ayah, dalam hadist yang lain:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ

Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata:”Seseorang datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata:”Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?”, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:”Ibumu!”, dan orang tersebut kembali bertanya:”Kemudian siapa lagi?”, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:”Ibumu!”, orang tersebut bertanya kembali:”Kemudian siapa lagi?”, Beliau menjawab:”Ibumu”, orang tersebut bertanya kembali:”Kemudian siapa lagi”, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:”Kemudian ayahmu”. (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548).

Mengapa disebutkan ibu berkali kali oleh  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam karena pengorbanan ibu sangat banyak walaupun ayah menjadi sebab keberadaan kita didunia ini dia yang letih mencari nafkah tetapi dibandingkan dengan pengorbanan ibu yang mengandung kita selama 9 bulan dalam kondisi dan keadaan yang payah, Lemah dan bertambah lemah sebagaimana yang Allah Subhanahu wata’ala sebutkan didalam Al-Qur’an:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. luqman : 14).

Ibu ketika mengandung ia makan tidka lagi terasa enak apalagi jika ngidam, muntah- muntah kemudian perut semakin membesar karena kita semakin besar dalam perut ibu kemudian pada saat ia melahirkan kita ia mempertaruhkan nyawanya dan tidak ada rasa sakit yang lebih sakit dibandingkan seorang ibu yang melahirkan anaknya, suatu ketika seorang lelaki pernah menggendong ibunya sambil tawaf mengelilingi Ka’bah dalam pelaksanaan umrah setelah ia melaksanakan tawaf ia datang kepada Umar Radhiyallahu ‘anhu dan berkata:”Saya sudah seperti kendaraan yang hina dinaiki oleh ibuku untuk menunaikan umrah apakah engkau melihatnya wahai Ibnu Umar sudah membalas jasa – jasanya”, Umar berkata:”Sekali – sekali tidak, walaupun dengan sekali teriakan atau tarikan ketika ia melahirkan engkau namun Allah akan membalas jasamu yang sedikit ini dengan pahala yang berlipat ganda disisinya“, jadi apapun yang kita berikan kepada ibu atau kepada kedua orang tua kita sama sekali tidak bisa membalas jasa – jasa keduanya bahkan kita dan harta kita adalah milik kedua orang tua kita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَنْتَ وَمَالُكَ لِوَالِدِكَ إِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مِنْ أَطْيَبِ كَسْبِكُمْ فَكُلُوا مِنْ كَسْبِ أَوْلاَدِكُمْ

Engkau dan hartamu milik orang tuamu. Sesungguhnya anak-anakmu adalah sebaik-baik hasil usahamu. Makanlah dari hasil usaha anak-anakmu”. (HR. Abu Daud, no. 3530; Ahmad, 2: 214. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih lighairihi, sanad haditsnya hasan).

Jadi Rasulullah mengharamkan durhaka kepada para ibu, durhaka kepada kedua orang tua bahkan ia termasuk diantara dosa yang dipercepat hukumannya didunia sebelum diakhirat. Rasulullah bersabda:

بَابَانِ مُعَجَّلاَنِ عُقُو بَتُهُمَا فِى الدُّنْيَا الْبَغْىُ وَ الْعُقُوقُ

“Dua perbuatan dosa yang Allah cepatkan adzabnya (siksanya) di dunia yaitu berbuat zhalim dan al’uquq (durhaka kepdada orang tua)”. (HR. Hakim 4/177 dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu).

Jadi barangsiapa yang durhaka kepada ayahnya terutama kepada ibunya maka sebelum diakhirat Allah Subhanahu wata’ala akan mempercepat hukumannya didunia, olehnya jika kita membaca sejarah para Salaf Rahimahullah bagaimana bakti kepada orang tua mereka terutama kepada ibu mereka adalah sesuatu yang menakjubkan seperti Ibnu Sirin Rahimahullah jika berhadapan dengan ibunya seperti orang yang sakit suaranya tidak bisa keluar karena ia takut mengangkat suara diatas suara ibunya bahkan jika ia makan bersama dengan ibunya ia berhati – hati jangan sampai makanan yang hendak diambil oleh ibunya didahului oleh tangannya ia khwatair jangan sampai itu bagian dari kedurhakaan.

Ada diantara ulama yang tidak mau naik dilantai dua jika ibunya berada dilantai satu ini menunjukkan kepada kita keutamaan untuk berbakti kepada kedua orang tua. Dalam hadist selanjutnya pada hadist yang ke 20, Dari Abdullah bin ’Amru Radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ

Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua(HR. At-Tirmidzi : 1899,  HR. Al-Hakim : 7249, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir : 14368, al-Bazzar : 2394).

Terutama jika ayah dan ibu kita sudah tua renta, pikun jangan sama sekali menjadi beban bagi kita untuk merawatnya dirumah bahkan disitulah keberkahan hidup kita Allah Subhanahu wata’ala berfirman didalam Al-Qur’an:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah:”Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil”. (QS. Al-Israa’ : 23-24).

Dalam ayat diatas Allah memerintahkan untuk mentauhidkannya sebagai perintah yang pertama yang Allah perintahkan kepada kita di dalam Al-Qur’an setelahnya Allah menyebut kewajiban berbakti kepada kedua orang tua, Allah menyandingkan perintah untuk beribadah kepadanya dengan perintah untuk berbakti kepada kedua orang tua, olehnya jangan pernah mengusir orang tua, menitipnya dipanti jompo, jangan mengangkat suara dan jangan memperlihatkan pandangan yang tajam kepada keduanya berikan nasehat yang baik tanpa menghardik dan membentak bahkan ulama kita mengatakan:“Jangan mengibaskan pakaian kita didepan keduanya”, kadang ketika kita dari masjid membuka sarung kemudian dikibaskan dihadapan keduanya. Senantiasalah tawadhu kepadanya jangan karena kita membiayai keduanya, merawat keduanya kemudian merasa paling berjasa sehingga berbuat semena – mena. Mari senantiasa mendoakan kedua orang tua kita, baca doa ini dalam setiap sujud dan dalam setiap doa kita kepada Allah:

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَاكَمَارَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا

Alloohummaghfirlii waliwaalidayya warham humma kamaa rabbayaa nii shaghiiraa

“Wahai Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku (Ibu dan Bapakku), sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku diwaktu kecil”.

Barangsiapa yang menginginkan keberkahan dalam hidupnya maka carilah keberkahan itu lewat kedua orang tuanya, dan jika ada ujian bagi kita dengan ditakdirkan kedua orang tua yang fasik, fajir, tidak mengerjakan perintah Allah atau bahkan ia sampai kufur kepada Allah, itu tidak menjatuhkan untuk berbuat baik kepada mereka serta kewajiban kita adalah terus menasehati mereka bagaimana ia menjadi baik, Allah berfirman:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Lukman: 15).

Misalkan ada orang tua yang memerintahkan anaknya untuk tidak sholat , ketika anaknya pergi sholat ia berkata:”Jangan pergi ke masjid”, maka ini tidak ditaati, Allah berfirman:

لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ الْخَالِقِ إِنَّمَا الطَّاعَةَ فِي الْمَعْرُوْفِ

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu dalam kebaikan”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat ‘Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu).

Begitupula dengan wanita yang berkata:”Saya mau menggunakan hijab, menutup aurat”, kemudian ibunya mengatakan:”Jangan pakai jilbab, jangan pakai hijab“, dalam kondisi seperti ini haram untuk ditaati karena ini pelanggaran syariat tetapi orang tua tetap dipergauli dengan baik, jangan diputus hubungan silaturrahim kepada keduanya, misalnya seorang anak menjauhi orang tuanya dan tidak mau lagi bersilaturrahim dengan keduanya lantaran ia dilarang ikut pengajian atau dilarang ke masjid. Ketika Asma bintu Abu Bakar datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam meminta nasehat dengan berkata:”Ya Rasulullah ibuku datang kepadaku dan ia butuh sesuatu apakah boleh saya menyambung silaturrahim dengan ibuku”, ibunya pada waktu itu non muslim, Rasulullah bersabda:”Ya sambung silaturrahim dengan ibumu”, walaupun kita telah sebutkan durhaka kepada ibu maka juga berlaku terhadap durhaka kepada bapak.

Ketika Imam Malik di datangi oleh seorang lelaki kemudian lelaki ini meminta pandangan dari Imam Malik dimana ayah dan ibunya sudah bercerai, orang ini berkata:”Ayahku meminta aku untuk mendatanginya di Afrika tetapi ibuku melarangku untuk datang kepadanya”, Imam Malik berkata:”Taatlah kepada bapakmu tetapi jangan durhaka kepada ibumu”, maksudnya adalah berusaha untuk mengambil sikap agar keduanya bisa ridho dan tidak ada yang marah kepadamu, misalkan dengan cara mengirim surat kepada bapak minta udzur atau minta maaf agar bisa ridho sambil mencari waktu yang lain atau sebaliknya minta izin kepada ibu bagaimana cara ia tidak merasa sakit hati dan seterusnya. Jadi walaupun kedua orang tua bercerai wajib bagi kita untuk berbakti kepada keduanya.

Fenomena yang banyak terjadi dimana kita bisa melihat ada seorang lelaki memutuskan hubungan silaturrahim dengan orang tuanya disebabkan karena istrinya begitupula sebaliknya seorang istri memutuskan hubungan silaturrahim dengan orang tuanya disebakan karena suaminya, olehnya jangan sama sekali melakukan hal tersebut karena sebaik – baik istri adalah yang membantu suaminya untuk taat kepada orang tuanya dan sebaik – baik suami adalah yang membantu istrinya untuk taat kepada kedua orang tuanya.

Wallahu a’lam Bish Showaab 

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.