بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
بَلِ الإنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ (١٤) وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ (١٥)
“Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri, dan meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya“. (QS. Al-Qiyamah:14-15).
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata:”Setiap manusia akan menjadi saksi terhadap dirinya sendiri dihadapan Allah Subhanahu wata’ala“. Tidak ada lagi tempat bagi manusia untuk berlari dari Allah Subhanahu wata’ala dan mereka tidak mampu lagi memberikan udzurnya dihadapan Allah Subhanahu wata’ala walaupun mereka memberi alasan dan hujjah – hujjah dihadapan Allah Subhanahu wata’ala namun hujjah tersebut adalah sesuatu yang sia – sia mengapa demikian karena Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُوْلُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُوْتَ كِتَابِيَهْ (25) وَلَمْ أَدْرِ مَا حِسَابِيَهْ (26) يَا لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ (27) مَا أَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ (28) هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ (29)
“Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang pula kekuasaanku daripadaku.”(QS. Al-Haqqah: 25-29).
Manusia pada hari kiamat akan disuruh untuk baca kitab mereka yang memuat segala apa yang mereka kerjakan dulu didunia, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا
“Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu“. (QS. Al Isra’: 13-14).
Bahkan bumi bersaksi terhadap apa yang dilakukan oleh manusia, sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wata’ala:
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya”.(QS. Al Zalzalah : 4).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَخْبَارَهَا أَنْ تَشْهَدَ عَلَى كُلِّ عَبْدٍ أَوْ أَمَةٍ بِمَا عَمِلَ عَلَى ظَهْرِهَا أَنْ تَقُولَ عَمِلَ كَذَا وَكَذَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا قَالَ فَهَذِهِ أَخْبَارُهَا
“Sesungguhnya yang diberitakan oleh bumi adalah bumi jadi saksi terhadap semua perbuatan manusia, baik laki-laki maupun perempuan yang telah mereka perbuat di muka bumi. Bumi itu akan berkata, “Manusia telah berbuat begini dan begitu, pada hari ini dan hari itu.” Inilah yang diberitakan oleh bumi”. (HR. Tirmidzi no. 2429. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib).
Ayat diatas dalam surah Al-Qiyamah ayat 14-15, menjadi renungan bagi kita semua bahwasanya masing – masing kita mengetahui tentang diri kita sendiri, Syaikh DR. Umar Al Muqbil Hafidzahullah berkata:”Sebagian manusia terkadang mengingkari sesuatu yang telah jelas –jelas kebenarannya padahal hati kecilnya membenarkan apa yang telah datang dan sampai kepadanya, seperti fir’aun ia mengingkari kebenaran yang dibawa oleh Nabi Musa walaupun hakekatnya hati kecilnya meyakini bahwasanya apa yang dibawah oleh Nabi Musa adalah benar dan haq“. Begitupula sebahagian manusia ada sifat yang ketika telah sampai dalil yang shahih kepadanya apatah lagi tidak ada khilaf diantara kalangan para ulama tetapi terkadang mereka masih mencari – cari apa yang disebut dengan ar rukhas (keringanan – keringanan atau ketergeliciran para ulama), dimana dia berusaha mencari yang ringan dalam persoalan hukum dan syariat, jika misalnya sang alim mengatakan:”hukumnya seperti ini ia kemudian mengatakan kyaknya pendapat ulama ini berat ia kemudian mencari pendapat yang lain untuk mendapatkan jawaban yang meringankannya , dan ini disifatkan oleh Imam Malik Rahimahullah:”Seperti sapu yang hanya mengambil yang kotor”.
Dan juga sebagaimana perkataan Imam at Taimi Rahimahullah beliau mengatakan:” Barangsiapa yang hanya selalu mencari – cari ketergelinciran para ulama (keringan – keringanannya para ulama) yang sesuai dengan hawa nafsunya di khawatirkan dia telah munafik atau hampir munafik atau berkumpul pada dirinya seluruh keburukan”.
Sebagai contoh ketika disampaikan tentang isbal (mengangkat pakaian diatas mata kaki) dimana hadist jelas dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka”. (HR. Bukhari no. 5787). Kemudian dia mengambil perkataan ustadz yang lain yang membolehkan dengan mengatakan:”Tapi ada ustadz yang membolehkan”, begitupula dengan mendengarkan music yang jelas larangannya dari hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik. Dan beberapa kelompok orang akan singgah di lereng gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang fakir mendatangi mereka untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok hari.’ Kemudian Allah mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung kepada mereka serta Allah mengubah sebagian mereka menjadi kera dan babi hingga hari kiamat”.(HR. Bukhari secara mu’allaq dengan lafazh jazm/ tegas). Jika dikatakan menghalalkan musik, berarti musik itu haram.
Kemudian dia mengambil pendapat dari ustadz yang lain yang membolehkan, maka jika sifat tersebut semuanya terkumpul pada diri kita maka apa lagi yang tersisa dari diri kita selain keburukan. Padahal dalam hati kecilnya mengatakan bahwasanya ini adalah benar dan shahih akan tetapi dia mencari ketergelinciran atau keringanan – keringanan sehingga kemudian mengumpulkan keburukan – keburukan tersebut dalam dirinya.
Perlu diketahui bahwasanya kita tidak tasyaddud dan keras di dalam beragama akan tetapi bagaimana kita berusaha mengikuti yang haq (yang benar). Karena Allah Subhanahu wata’ala sendiri yang berkata dalam Al-Qur’an:
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim“.(QS. Al-Qasas : 50)
Syaikh DR. Umar Al Muqbil Hafidzahullah berkata:”Ayat ini yang terdapat pada surah Qiyamah 14-15 adalah merupakan renungan bagi orang – orang yang hanya selalu mencari aib – aib orang lain dan dia lupa dengan aibnya sendiri”. Dan barangsiapa yang sibuk mencari aib saudaranya maka ketahuilah dia akan luput untuk mengetahui aib dirinya sendiri.
Sebagaimana pepatah yang mengatakan:”Semut di ujung lautan nampak gajah dipelupuk mata tidak nampak”, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ قَلْبَهُ، لاَ تَغْتاَبوُا الـْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تَتَّبِـعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَوْرَاتِهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ
“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya dan iman itu belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan jangan mencari-cari/mengintai aib mereka. Karena orang yang suka mencari-cari aib kaum muslimin, Allah akan mencari-cari aibnya. Dan siapa yang dicari-cari aibnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya di dalam rumahnya (walaupun ia tersembunyi dari manusia)”. (HR. Ahmad 4/420, 421,424).
Namun ini bukan berarti kita tidak menegakkan yang disebut dengan an nashihah akan tetapi jangan sampai kita termasuk yang disebutkan dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab ? Maka tidakkah kamu berpikir?”. (QS. Al-Baqarah : 44).
Syaikh DR. Umar Al Muqbil Hafidzahullah mengatakan:”Diantara faedah dari qa’idah ini adalah bagaimana diantara kita mengakui kesalahan dan dosa yang kita lakukan ketika kita tidak sengaja untuk larut dalam kemaksiatan kemudian kita tidak malu untuk kembali kepada yang haq”.
Umar Bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu pernah mengirim surat kepada Muawiyah Radhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan:”Kembali kepada yang haq itu lebih baik dari pada larut kepada kebathilan”. hal ini menjadi ujian bagi orang – orang yang telah memiliki pengikut (jama’ah) karena seorang alim itu sebagaimana kata ahli hikmah:”Kecelakaan seorang alim disebabkan karena pengikutnya”, terkadang apa yang pernah ia sampaikan kepada pengikutnya ternyata adalah salah namun dia malu untuk meralatnya“, ketika kesalahannya ditegur ia kemudian mengatakan:”Apa nanti yang dikatakan oleh pengikut saya”, dia lebih menyelamatkan dirinya dari manusia dari pada menyelamatkan dirinya dari Allah Subhanahu wata’ala.
Didalam Al-Qur’an Allah Subhanahu wata’ala menyebutkan para Nabi, Siddiqin dan Shalihin mereka senantiasa mengakui dosa dan kesalahan mereka kepada Allah Subhanahu wata’ala seperti adam dan hawa ketika bertobat (hadirkan ayat tobatya)
Oleh karenanya ayat ini mudah-mudahan menjadi renungan bagi kita untuk memperbaiki diri kita baik secara zhahir maupun secara batin didunia maupun diakhirat, dan semoga Allah Subhanahu wata’ala menutupi aib – aib kita dan mengampunkan dosa – dosa kita. Imam Ahmad Rahimahullah berkata :”Jika seseorang mengetahui kadar dirinya sendiri maka tidak bermanfaat pujian baginya dari manusia”, Maka dari itu jangan tertipu dengan pujian karena sesungguhnya kita yang lebih tahu tentang keadaan dan kondisi kita dihadapan Allah Subhanahu wata’ala.
Wallahu A’lam Bish Showaab
Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)
@Sabtu , 14 Jumadil Awal 1438 H
Fanspage : Harman Tajang
Kunjungi :
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/
Website : https://mim.or.id
Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar
Telegram : https://telegram.me/infokommim
Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/
ID LINE : mim.or.id