spot_img

Menikah (sesi 4)

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

  1. Dialog Ulama Dengan Pendeta

Rabbaniyyah adalah perkara yang tidak diakui dalam ajaran islam, ia merupakan perkara yang diadakan oleh kaum nasrani untuk mengkhususkan diri beribadah kepada tuhan mereka, sehingga mereka mengharamkan diri – diri mereka untuk menikah. Dalam sebuah kisah suatu ketika seorang ulama pernah diajak dialog oleh para rahib (pendeta), kemudian ditentukanlah tempat pertemuan dialognya, maka datanglah sang ulama tersebut dan mereka (pendeta) telah menunggu diforum diskusi dan debat yang telah ditentukan sebelumnya, dan ketika sang ulama ini masuk dalam forum debat, ia langsung bertanya:”Bagaimana kabar kalian dan bagaimana kabar istri dan anak – anak kalian.?”, mereka menjawab:”Tidakkah anda tahu ya Syaikh, kami para rahib (pendeta) ini telah disucikan dari anak dan istri”, sang Ulama mengatakan:”Subhanallah, kalian mensucikan diri – diri kalian dari anak dan istri, sedangkan kalian tidak mensucikan Allah Subhanahu wata’ala dengan tuduhan kalian bahwasanya Allah mempunyai anak”, kemudian diskusi selesai dengan terpatahkan argumen mereka dalam waktu yang singkat.

Menikah adalah sunnah para Nabi yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ۚ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”. (QS. An Nahl : 72).

2. Perintah Menikahi Wanita Subur dan Penyayang

Rasulullah menganjurkan ummatnya untuk menikah dan diantara wanita yang dianjurkan oleh Rasulullah untuk dinikahi sebagaimana disebutkan dalam hadist:

عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ إِنِّى أَصَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا قَالَ « لاَ ». ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ « تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ »

Dari Ma’qil bin Yasaar, ia berkata:“Ada seseorang yang menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam”, ia berkata:”Aku menyukai wanita yang terhormat dan cantik, namun sayangnya wanita itu mandul (tidak memiliki keturunan). Apakah boleh aku menikah dengannya?”.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:“Tidak.” Kemudian ia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk kedua kalinya, masih tetap dilarang.

Sampai ia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ketiga kalinya, lantas Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Nikahilah wanita yang penyayang yang subur punya banyak keturunan karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Daud no. 2050 dan An Nasai no. 3229. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits tersebut hasan).

Salah satu cara untuk mengetahui apakah wanita yang hendak dinikahi subur atau tidak adalah dengan melihat keluarganya, karena dengan wanita yang subur dan penyayang akan melahirkan banyak keturunan yang dengannya akan membuat Rasulullah bangga dengan ummatnya yang banyak  pada hari kiamat dari ummat Nabi yang lain.

3. Perintah Rasulullah Memperbanyak keturunan

Islam memerintahkan kita untuk menikah dan memperbanyak keturunan sebagaimana disebutkan dalam hadist diatas, karena dengan memperbanyak keturunan akan membuat Nabi  Shallallahu ‘alaihi wasallam bangga dengan jumlah ummatnya yang banyak, dan cara untuk memperbanyak keturunan adalah dengan melalui jalur yang syar’i yaitu dengan jalur yang sah melalui pernikahan yang suci, sebagaimana disebutkan oleh Allah Subhanahu wata’ala:

وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

“…..Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”. (QS. An Nisaa: 21). Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian dalam aqad nikah ketika ijab qabul, dengan mengatakan:”Saya terima nikahnya”, maka ia telah menghalalkan yang sebelumnya sesuatu yang haram yaitu zina yang menjerumuskan kepada kebinasaan berubah menjadi ibadah dan sedekah yang mendatangkan sakinah, mawaddah, warahmah.

Dalam hadist dari Abu Hurairah Radhiyallahu ’anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ثلاث جدهن جد وهزلهن جد: النكاح والطلاق والرجعة

Ada tiga hal, seriusnya dinilai serius, main-mainnya dinilai serius: Nikah, talak, dan rujuk.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan dihasankan Al-Albani).

Maka dari itu jangan bermain main dengan kalimat aqad, jangan sampai ada diantara kita yang menjumpai seorang lelaki kemudian berkata:”Saya menikahkan engkau dengan adik perempuan saya”, kemudian ia menjawab:”Saya terima”, maka aqadnya sah karena ia adalah perjanjian yang suci yang dengannya sesuatu yang haram berubah menjadi halal.

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu mengatakan:”Sebaik – baik diantara kalian adalah yang paling banyak istrinya”. Dengan banyak istri maka akan memperbanyak keturunan.

Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu berkata:”Siapa yang menyeruh seseorang untuk tidak menikah berarti ia menyeru kepada selain agama islam”.

4. Nasehat Bagi Yang Belum Mampu Menikah

Adapun bagi yang belum mampu menikah maka hendaklah ia menjaga diri dan kehormatannya dari apa yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wata’ala, sampai Allah memberikan kemampuan untuk menikah dan jangan pernah ragu dengan janji Allah. Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ ۖ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ ۚ أُولَٰئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ ۖ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga)”. (QS. An Nur :26).

5. Cara mendapatkan Istri yang Sholehah dan Anak Sholeh

Zaid Rahimahullah pernah mengumpulkan anak – anaknya dan beliau berkata kepada mereka:”Sungguh aku akan menambahkan keta’atanku kepada Allah untuk kalian”, mengapa demikian karena ketika seorang bapak sholeh dan taat kepada Allah maka anak tersebut akan dijaga oleh Allah dengan keturunannya.  Sebagaimana kisah ketika Nabi Khidir dan Musa berjalan disebuah kampung dan melewati sebuah dinding rumah yang rubuh, kemudian dinding yang rubuh diperbaiki oleh Khidir dan Musa, maka Musa berkata:”Mengapa engkau tidak meminta upah dari membetulkan dinding itu kemudian khidir menjawab:”Tadi, dibawah dinding itu ada harta terpendam milik 2 anak yatim, jika kita meminta upah dari penduduk kampung maka ia akan tahu bahwasanya kita baru memperbaiki rumah 2 anak yatim tersebut sehingga mereka akan bertanya – tanya dan menggali dinding tersebut dan mendapatkan harta karun serta mengambilnya dari anak yatim.

Allah Subhanahu wata’ala mengabadikan kisahnya dalam surah Al Kahfi:

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ۚ ذَٰلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا

“Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (QS. Al Kahfi : 82).

Allah menjaga kedua anak yatim tersebut karena bapak dan ibunya adalah anak yang sholeh, Sebagian ulama tafsir mengatakan:”Bukan bapaknya (yang melahirkannya) akan tetapi kakeknya yang ke tujuh”, lihatlah bagaimana Allah menjaga para cucunya karena kesholehannya dan ketaatannya kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Wallahu A’lam Bish Showaab


Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Rabu, 02 Syawal 1438 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : https://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

ID LINE :  http://line.me/ti/p/%40nga7079p

 

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.