spot_img

Perintah Menuntut Ilmu dan Meminta Tambahan Ilmu

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Salah satu diantara perkara yang Allah perintahkan kepada Nabinya adalah meminta tambahan ilmu, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۗ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَىٰ إِلَيْكَ وَحْيُهُ ۖ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

“Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”. (QS. Thaha : 114).

Ayat ini merupakan bentuk arahan Allah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam karena ketika Jibril membawa wahyu dan mengajarkan kepada Nabi, belum selesai ayat dibaca oleh Jibril Rasulullah sudah tergesa – gesa ingin mengulangi apa yang beliau dengar dari Jibril, beliau khawatir jangan sampai terlewatkan, terluput atau terlupakan Allah kemudian menegur beliau dan berkata:”Dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu”,

Dalam ayat yang lain Allah berfirman:

لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ , إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ , فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ , ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ

“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya, Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu, Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya”. (QS. Al-Qiyamah : 16-19).

Ya Tuhanku, Tambahkanlah Kepadaku Ilmu Pengetahuan

Jadi, Allah menyuruh kita untuk meminta tambahan ilmu, Nabi tidak diperintahkan untuk meminta harta dan jabatan akan tetapi beliau diperintah oleh Allah untuk meminta tambahan ilmu, ilmu berfungsi untuk menjaga kita adapun harta kitalah yang menjaganya, ilmu ketika diajarkan kepada orang lain maka ia akan semakin bertambah adapun harta secara dzahir dia berkurang, dengan ilmu kita bisa meraih kemuliaan disisi Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadilah : 11).

Seharusnya kita terus bersemangat untuk menuntut ilmu karena ada banyak majelis ilmu yang bisa kita ikuti dan ini sekaligus jalan yang mengantarkan kita menuju surga, sebagaimana disebutkan dalam hadist:

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga“. (HR. Muslim, no. 2699).

Diantara ilmu yang penting untuk dipelajari adalah ilmu yang berkaitan dengan amalan hati, kemuliaan dan kedudukan seseornag disisi Allah tidak dilihat dari dzahirnya akan tetapi kemuliaan seseorang disisi Allah itu kembali kepada kondisi dan keadaan hatinya, Allah Subhanahu wata’ala berfirman didalam Al-Qur’an yang juga merupakan doa dari Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam:

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ (88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ (89)

(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”. (QS. Asy Syu’aro’: 88).

Jadi yang selamat pada hari kemudian adalah hati yang selamat, hati yang mengenal Rabbnya, hati yang cinta kepada tuhannya, hati yang menggiring pemiliknya untuk tunduk kepada syariat Allah Subhanahu wata’ala. Pelajaran yang bisa kita ambil bahwasanya yang bermanfaat bagi seseorang bukanlah hartanya, bukanlah kedudukannya tetapi bagaimana kondisi dan keadaan hatinya kepada Rabb yang menciptakannya, dari sinilah mengapa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan hati sebagai ukuran kebaikan dan ukuran keburukan seseorang. Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)”.(HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Jadi hati sebagai penentu, jika hati baik maka baiklah semua anggotanya dan jika hati rusak maka semua anggota tubuh menjadi rusak. Hati yang mendorong seseorang untuk mengerjakan ketaatan dan sekaligus mengerjakan kemaksiatan.

Anggota tubuh seperti mata memiliki ibadah, diantara ibadahnya sebagaimana disebutkan dalam hadist:

عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ

Dua mata yang tidak akan tersentuh oleh api neraka yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang bermalam (begadang) untuk berjaga-jaga (dari serangan musuh) ketika berperang di jalan Allah”. (HR. Tirmidzi. Hadits ini shohih ligoirihi).

Mata bisa memandang kebesaran dan ciptaan Allah yang dengannya semakin menambah pengangungan kita kepada Allah ini bagian dari ibadah dan perintah dari hati yang selamat, begitupula mendengar bisa menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah atau menjauhkan kita kepada Allah dan ini kembali kepada kondisi dan keadaan hati.

Jika kita senang mendengar lantunan ayat – ayat suci Al-Qur’an atau sebaliknya ada orang yang senang mendengar lantunan music, ada orang yang senang mendengar nasehat, kajian, ada orang yang senang mendengar gossip dan gibah, jadi ini kembali kepada kondisi dan keaadaan hatinya, jika kita pergi ke pasar maka kita menjumpai penjual dimana ada diantara mereka putar kaset mengaji, murattal atau ceramah adapula yang memutar lagu – lagu dangdut, disko, rock, keroncong, dll hal ini kembali pada kondisi dan keadaan hatinya.

Begitupula dengan mulut bisa dipergunakan dalam ketaatan, berdzikir, tilawah Al-Qur’an, mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan, berkata baik kepada sesama, semua ini kembali kepada kondisi hati seseorang. Banyak orang yang menggunakan mulutnya untuk ghibah, mengadu domba, berdusta, cerita – cerita yang tidak ada faedahnya dan manfaatnya, Rasululah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِى بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِى النَّارِ

Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang dia anggap itu tidaklah mengapa, padahal dia akan dilemparkan di neraka sejauh 70 tahun perjalanan karenanya”. (HR. Tirmidzi no. 2314. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib)

Dalam hadist yang lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ

Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam”. (HR. Bukhari no. 6478). 

Mencela atau mengejek sesuatu yang datangnya dari Allah Subhanahu wata’ala merupakan perkataan yang dimurkai oleh Allah Subhanahu wata’ala, namun mulut juga bisa menjadi sebab mengantarkan seseorang dekat kepada Allah sebagaimana disebutkan dalam hadist, Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat ditimbangan, dan disukai Ar Rahman yaitu “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil ‘azhim” (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha Agung)”. (HR. Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694).

Hanya membutuhkan waktu 2 menit atau kurang dari 2 menit untuk membacanya, ketika sementara duduk atau sementara diatas kendaraan baca dzikir ini yang merupakan ibadah yang tidak membutuhkan tempat kecuali tempat yang dilarang untuk berdzikir seperti di wc, setiap tempat tidak mengambil biaya tidak seperti ibadah zakat yang butuh untuk dikeluarkan berupa dana dan harta kita begitupula sholat berjama’ah butuh melangkahkan kaki ke masjid atau menunaikan ibadah umrah yang butuh untuk melakukan perjalanan ke masjidil haram yang diawali dengan mengumpulkan harta kemudian ketika terkumpul kita pergi ke kantor travel mendaftar dan seterusnya.

Dzikir yang ringan diucapkan akan tetapi mari kita muhasabah diri sudah sejauh mana kita mengamalkannya terkadang kita terlalaikan dan ini kembali kepada kondisi dan keadaan hati kita.

Jadi seluruh anggota tubuh kita kebaikan dan keburukannya tergantung dari hati, tangan misalnya ada yang menggunakan tangannya untuk melakukan kemaksiatan, berbuat dzalim kepada orang lain, mencuri, sebaliknya ada orang yang menggunakan tangannya untuk ketaatan dengan rajin memberi setelah ia tahu hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:”Tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah“, dia rajin memberi bahkan dia wajibkan dirinya untuk sedekah setiap hari untuk memberi makan kepada orang yang kelaparan atau ia memberi sedekah kepada pengemis dijalan atau kepada peminta – peminta yang ada dilampu merah hal ini kembali kepada kondisi hati kita, terkadang kita berat untuk mengerjakannya.

“Ada teman saya, saya pernah naik ke mobilnya kemudian dimobilnya ada 2 gelas penuh dengan uang receh, sengaja ia menukarnya di bank, saya tanya mengapa engkau siapkan uang seperti ini, ia menjawab:”ini sederhana yang pertama:”Merepotkan jika tidak ada, yang kedua kita bisa bersedekah”, terkadang kita menyiapkan uang kecil nanti ketika mau lebaran, jika ada anak – anak datang ke rumah ziarah, anak ini datang ziarah tidak mau makan kue tetapi dia mau uang. Biasakan tangan kita selalu memberi apa saja sesuai dengan kemampuan kita.

Wallahu a’lam Bish Showaab 


Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Jum’at, 20 Sya’ban 1440 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : https://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.