spot_img

Ramlah, Cermin Peran Wanita Sebagai Anak

Ramlah hidup dan tinggal di keluarga pembesar Quraisy pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Jadi ketika ayahnya memerangi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabatnya,  Ramlah lahir di rumah tersebut. Ayahnya betul-betul getol memerangi kaum muslimin. Jadi, ketika Ramlah mendengar datangnya seruan risalah Islam dia langsung berbulat tekad untuk berislam. Dia mempunyai suami bernama Ubaidillah yang merupakan sepupu dari Rasulullah Shallalhu “alaihi wa Sallam. Pada awalnya Ubaidillah adalah pengikut agama hanafiyyah yaitu agama nabi Ibrahim, tidak menyembah berhala. Tapi ketika datang risalah Islam, maka suaminya ini mengikuti Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Dan Ramlah pun mengikuti suaminya.

Ayahnya seorang pemuka Quraisy, pembesar bahkan orang nomor satunya suku Quraisy. Yang selalu memerintahkan kepada kaumnya untuk memerangi Muhammad dan sahabatnya. Tetapi, Allah menghendaki sebaliknya. Allah menghadirkan cahaya itu di dalam rumahnya sendiri. Bagaimana malunya sang ayah kepada kaumnya, di luar sana ia menyerukan pertentangan, serangan, perang kepada kaum muslimin, tapi di rumahnya sendiri anak dan menantunya adalah muslim. Siapa ayah dari Ramlah ini? Beliau adalah Abu Sufyan.

Saat sang ayah mengetahui tantang keislaman anaknya segala cara dilakukan agar anaknya mau kembali kepada agamanya yaitu agama penyembah berhala. Tetapi tidak berhasil. Iman yang tertancap di dalam dada Ramlah dan suaminya sangat kuat dan kokoh. Sehingga Abu Sufyan menyerah dan memberikan keputusan kepada kaumnya tentang nasib anaknya. Akhirnya dengan restu dari ayahnya (red-Abu Sufyan) kaum Quraisy mengatakan “serahkan kepada kami, kita akan mempersempit hidupnya sehingga ia susah untuk bergerak”.  Ternyata hal ini tidak membuat Ramlah dan suaminya menyerah. Bahkan ia ikut berhijrah dengan rombongan kamu muslimin ke Habasyah.

Ketika Ramlah dan suaminya sampai di Habasyah , ternyata Allah ingin menguji keimanannya. Di Habasyah, suaminya (Ubaidillah) menjadi murtad. Sedangkan baru saja Ramlah melahirkan anak perempuannya yang bernama Habibah. Ubaidillah (sang suami) memberikan pilihan kepada Ramlah; ikut menjadi pemeluk agama nashrani atau cerai. Tetapi, bagi Ramlah pilihannya dibagi menjadi tiga; cerai, masuk ke agama nashrani, kembali ke Makkah ke rumah ayahnya. Sungguh pilihan yang sangat sulit. Akhirnya Ramlah memilih untuk bercerai.

Singkat cerita, Ubaidillah meninggal karena kecanduan minum khamr. Sendiri, menyepi, asing begitulah Ramlah melalui hari-harinya di Habasyah. Ramlah pun terus berdoa kepada Allah. Akhirnya, ketika Rasulullah melakukakan pengontrolah terhadap para sahabat di Makkah, Madinah bahkan Habasyah. Maka, sampailah kisah tentang Ramlah ini kepada Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi wa Sallam. Rasulullah pun menyampaikan niatnya kepada Raja Habasyah untuk memperistri Ramlah. Mereka pun menikah dan Ramlah tinggal di Madinah.

Dan pada waktu itu perang Fathu Makkah.

Pada saat itu jumlah kaum muslimin sudah semakin banyak dan mereka akan membebaskan kota Makkah. Dan Abu Sufyan masih saja dalam keadaan kafir. Ketika terdengar kabar bahwa Muhammad dan pasukannya akan menyerang Mekkah, Abu Sufyan dan pemuka kaum Quraisy sudah mengetahui tentang kekalahannya. Akhirnya kaum Quraisy ini memberitahukan kepada Abu sufyan untuk membujuk Ramlah (yang sekarang telah menjadi isteri Rasulullah). Setelah berpuluh-puluh tahun, datanglah Abu Sufyan ke rumah anaknya. Dan ketika Ramlah melihat kedatangan ayahnya perasaan rindu yang membuncah dari seorang anak kepada ayah setelah kian lama tak bertemu. Tapi, Ramlah menyadari bahwa ayahnya adalah kafir dan suaminyalah yang harus ia perjuangkan. Abu Sufyan pun langsung masuk ke bilik Ramlah dan hendak duduk, tapi Ramlah langsung menarik tikar suaminya agar tidak diduduki ayahnya. Abu Sufyan pun kaget dan berkata “wahai ramlah, apakah engkau menarik tikar ini karena engkau tidak menginginkanku duduk di atasnya?” Ramlah menjawab “wahai ayah ini adalah tikar milik Rasul Allah”. Abu sufyan pun kembali ke rumahnya dalam keadaan kecewa dan terpukul karena anaknya lebih membela suaminya (red-Rasulullah) dari pada dirinya.

Ramlah dan Rasulullah merasa kasihan melihat kondisi Abu Sufyan. Rasulullah pun mengutus beberapa sahabatnya untuk membujuk Abu Sufyan untuk masuk Islam. Akhirnya Abu Sufyan pun memeluk agama islam. Dan pada saat Fathu Makkah, maka Rasulullah pun menyampaikan dalam khutbahnya Barangsiapa yang masuk ke rumah Abu sufyan maka, ia selamat.

Disini, mari kita lihat bagaimana peranan seorang anak terhadap ayahnya pelaku bid’ah, tidak menafkahi anaknya dan sebagainya. Maka, lihatlah bagaimana Ramlah menghadapi bapaknya yang kafir. Ramlah tidak memberikan hak kepada ayahnya sebagai seorang muslim. Jadi, kita bisa mengetahui untuk menempatkan diri kita, kapan kita bisa bertindak tegas ketika apa yang dilakukan oleh orang tua kita menyalahi dari syari’at. Tetapi, bukan berarti meninggalkan apalagi sampai mencemooh dan mengata-ngatai mereka. Na’udzubillah. Tetapi, tetap menjaga penghormatan kita,  tetap tegas disatu sisi dan lembut di sisi yang lainnya.

Oleh Ummu Faari

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.