spot_img

Riyadhussholihin “Muraqabatullah” Hadist Jibril (Islam, Iman, Ihsan, Kiamat) Beriman Kepada Hari Akhir, Qada dan Qadar

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Beriman Kepada Hari Akhir 

Hari akhirat yang akan kita datangi, sebagian ulama kita mengatakan disebut Al Yaumu Al Akhir adalah hari yang tidak ada malam setelahnya, adapula yang mengatakan karena dia yang terakhir, adapun dunia yang ajila sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala yang terdapat didalam Al-Qur’an:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir”. (QS. Al-Isra : 18).

Padahal yang singkat itulah menentukan kondisi kita di akhirat namun banyak yang menyia – nyiakan yang singkat ini padahal hanya sementara yaitu sebatas umur yang Allah berikan kepadanya, umur ummat Rasulullah antara 60 sampai 70 tahun jika kita melihat orang tua yang ada disekitar kita maka kita beruntung jika umur kita sampai pada umurnya, kita bersyukur kepada  Allah Subhanahu wata’ala jika kita termasuk orang-orang yang mengisi umur dengan banyak melakukan kebaikan dan akhir dari segala kehidupan kita di dunia ini adalah kematian, pemimpin yang berkuasa di negeri kita mereka hanya berkuasa selama 5 tahun dan tahun depan kita akan memilih calon yang baru yang lebih baik.

Beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk

Dalam Shahih Muslim disebutkan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu pernah didatangi oleh seseorang yang menyampaikan kepada beliau bahwasanya ada satu kaum yang tidak beriman terhadap takdir, dalam riwayat yang lain disebutkan kepada beliau dengan mengutip perkataan seseorang di kufah:“Allah tidak mengetahui sesuatu kecuali setelah  sesuatu itu terjadi”, jadi ketika disampaikan kepada beliau tentang hal tersebut beliau berkata:”Sampaikan kepada orang itu, Ibnu Umar berlepas diri darinya dan ia berlepas diri dari saya, demi Allah walaupun ia berinfaq dan bersedekah emas sebesar gunung uhud tidak akan diterima oleh Allah sampai ia beriman kepada takdir yang telah ditetapkan dan ditentukan oleh Allah Subhanahu wata’ala”, ini bagian dari keimanan yaitu beriman kepada takdir Allah Subhanahu wata’ala yang baik dan yang buruk, ulama kita menyebutkan bahwasanya beriman kepada takdir itu yang pertama harus memiliki 4 hal atau terwujudnya 4 hal yang disebut dengan Maratibu Al Qadr (tingkatan takdir) diantaranya: Al Ilmu, Al Kitabatu, Al Masyiatu, Al Halqu, jadi 4 hal ini jika terwujud maka ia beriman kepada takdir Allah Subhanahu wata’ala.

  1. Al Ilmu, bahwasanya Allah Subhanahu wata’ala mengetahui segala sesuatunya tidak ada yang tersembunyi bagi Allah bahkan apa yang ada di langit dan di bumi atau dimana saja diketahui oleh Allah Subhanahu wata’ala, sampai daun yang jatuh diketahui oleh Allah Subhanahu wata’ala bahkan apa yang disembunyikan dalam dada – dada kita diketahui oleh Allah Subhanahu wata’ala, ilmu Allah meliputi segala sesuatunya dan tidak ada yang luput dari Allah sedikit pun, kita beriman kepada Allah bahwasanya Allah mengetahui apa yang terjadi, sementara terjadi dan apa yang akan terjadi.
  2. Al Kitabatu, Semua yang terjadi telah dituliskan dilauh oleh Al-Qalam sebagaimana kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

… Allah telah menetapkan takdir untuk setiap makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. (HR. Muslim. 2653). Semuanya telah dituliskan, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَافِي السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيرٌ {70}

Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah”. (QS. Al Hajj: 70).

Kita pernah mendengar kata suratan takdir telah dituliskan, olehnya takdir dirangkul dan jangan dilawan.

  1. Al Masyiah, AAllah berfirman:

لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ

“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus”. (QS. Takwir : 28).

Manhaj Ahlusunnah wal Jama’ah dalam memahami takdir bersifat pertengahan tidak seperti pemahaman Al-Qadariah atau Al-Jabariah, Al-Jabariah menganggap manusia ibaratnya seperti bulu yang diterbangkan oleh angin dia tidak memiliki hak dan keinginan sedikitpun didalamnya, sebaliknya Al-Qadariah menyebutkan bahwasanya manusia yang menentukan perbuatannya sendiri, adapun Ahlusunnah wal Jama’ah dikumpulkan dalam satu ayat  (QS. Takwir : 28), siapa yang mau silahkan dia lurus namun keinginan dan kemauan kalian ini tidak keluar dari keinginan Allah Subhanahu wata’ala, Al Masyiah artinya berkehendak, dialah Allah yang berkehendak atas segala sesuatunya.

4. Al Halqu, dialah Allah yang menciptakan segala sesuatu yang baik dan yang buruk bahkan yang buruk sekalipun ada hikmah dibalik itu, ada kelembutan Allah Subhanahu wata’ala dibalik itu, contohnya ketika salah seorang pasien datang ke dokter kemudian dokter ini menjelaskan penyakitnya secara terperinci begitupula dengan istilah ilmiahnya, pasien tidak mengerti apa yang dikatakan oleh dokter tersebut namun ia percaya kepada dokter tersebut kemudian ia berkata:”Dokter, saya tidak paham dengan penjelasan anda tetapi apapun yang anda lakukan saya percaya“, dia sudah tsiqah dan percaya kepada dokter tersebut walaupun rinciannya dia tidak faham, beginilah seorang muslim terhadap takdir Allah Subhanahu wata’ala, jadi boleh berhujjah dengan takdir jika sudah terjadi dan tidak boleh berhujjah dengan takdir jika belum terjadi, seperti ketika ia berkata kepada temannya:”Mari pergi sholat”, temannya menjawab:”Saya belum ditakdirkan untuk sholat“, perkataan yang tidak tepat, adapun takdir setelah terjadi boleh, sebagaimana ketika Adam bertemu dengan Nabi Musa ketika Musa berkata kepada Adam:”Ya Adam  mengapa engkau dulu memakan buah yang dilarang oleh Allah, sebab engkau makan buah tersebut kita dikeluarkan dari surga”, Adam berkata:”Engkau menyalahkan aku wahai Musa dengan apa yang telah ditakdirkan oleh Allah”, Rasulullah kemudian berkata:”Adam mengalahkan hujjahnya Nabi Musa”. Adapun tugas kita bagaimana kembali ke dalam surga.

Wallahu a’lam Bish Showaab 

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.