spot_img

Semua Bermula Dari Niat – Pembahasan Kitab Arbain Nawawiyah Hadist Pertama (Bagian 2)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Salah satu cara para ulama menjaga keikhlasan mereka adalah dengan menyembunyikan amal – amal sholeh mereka, diriwayatkan seorang ulama tabi’in bahwasanya ulama yang bernama Ayyub Syakhtiani Rahimahullah ta’ala jika dia mengaji lalu menangis karena membaca Al-Qur’an jika dia rasa ada orang yang mulai berjalan menuju dekatnya maka dia mengusap hidungnya seperti orang flu, dia tidak mau orang tahu bahwa dia baru saja menangis karena membaca ayat – ayat Allah Subhanahu wata’ala.

Niat adalah persoalan yang berat, ketika kita selesai melaksanakan sholat tarwih kemudian imam membaca doa dalam qunut kadang sebagian kita ada yang menangis, mulanya kita menangis karena terharu tetapi tangisan itu berlanjut karena sudah muncul niat – niat yang tidak benar misalnya ada orang disamping kita yang melihat kita sedang sholat sambil menangis maka muncul dalam hati kita prasangka bahwa orang disamping kita berkata:”MasyaAllah anak muda ini menangis”, ini sudah menjadi permainan syaithan, pertanyaan:”Apakah yang menangis yang baik atau yang tidak menangis.?’, Jawab:” Wallahu A’lam itu tergantung bagaimana hatinya, boleh jadi yang tidak menangis lebih baik daripada yang menangis.

Pelajaran ketiga: dalam hadist tersebut Nabi berkata:”Setiap orang akan mendapatkan sesuai yang ia niatkan”,

Ini menunjukkan bahwa pahala yang akan kita dapatkan dari amal sholeh yang kita kerjakan itu bergantung sepenuhnya kepada niat kita bukan sekedar perbuatan atau amal yang kita lakukan, jadi jangan mengira jika kita sudah sholat kemudian pasti kita sudah mendapatkan pahalanya, belum tentu, misalnya kita datang sholat berjama’ah di Masjid jangan mengira bahwa otamatis saya mendapatkan pahalanya itu belum tentu dan yang pasti kita dapatkan adalah telah gugur kewajiban kita menunaikan sholat, ini dalam tinjauan fiqih sudah gugur kewajiban kita, jika kita sudah sholat magrib maka sudah gugur kewajiban kita menunaikan sholat magrib tidak perlu lagi sholat magrib 2 kali, itu dari segi fiqihnya tapi dari segi pahalanya apakah kita mendapatkan pahala atau tidak itu tergantung dari niat kita, jangan sampai yang sering terjadi adalah kewajiban sholat kita gugur tapi tidak mendapatkan pahala dari sholat yang kita kerjakan karena niatnya tidak ada, niatnya tidak dikontrol, niatnya tidak diperkuat, niatnya tidak diluruskan jadi jangan sekedar kita mengerjakan suatu ibadah berarti kita sudah dapat pahalanya ini belum tentu, jika tidak ada niat yang lurus dan tidak ada niat yang ikhlas maka yang kita dapat hanya capeknya saja, sama dengan orang yang berpuasa, siapa yang berpuasa niatnya bukan karena Allah maka dia hanya dapat laparnya saja, siapa yang sholat malam bukan karena Allah maka dia hanya dapat capeknya saja, itulah sebabnya mengapa orang – orang munafik (Orang munafik mereka adalah orang – orang yang menampakkan keislaman tetapi menyembunyikam kekufuran_Penj) secara lahiriah dia mengaku muslim dan ktpnya islam tetapi di dalam dirinya dia menyembunyikan kekufuran, apakah orang munafik sholat atau tidak..? orang munafik sholat di zaman Nabi bahkan ikut sholat berjama’ah, berpuasa tapi apakah sholat itu berguna bagi mereka, apakah puasa itu berguna bagi mereka, apakah ibadah – ibadah yang mereka kerjakan itu berguna bagi mereka, itu tidak ada gunanya karena di dalam hatinya sudah menyembunyikan kekufuran,

Pelajaran ke Empat: Para ulama menjelaskan dalam pembahasan tentang niat setidaknya menyebutkan niat itu ada 3 fungsi

Fungsi pertama: membedakan antara sesuatu yang dilakukan sebagai ibadah dengan sesuatu yang dilakukan hanya sebagai ritual keseharian atau kebiasaan sehari – hari, bagaimana contohnya mandi, apa definisi mandi, para ulama mendefinisikan mandi itu adalah membahasahi seluruh tubuh sehingga tidak ada satupun tubuh yang tidak terkena air, kita tahu di dalam islam ada namanya mandi wajib atau mandi besar atau mandi junub yang punya tata cara tersendiri tetapi para ulama mengatakan:”Siapapun yang mandi dan membasahi seluruh bagian tubuhnya tanpa mengikuti tata cara dalam mandi besar atau junub selama dia niatkan bahwa dia mandi besar maka meskipun dia tidak mengikuti urutan – urutannya selama dia membasahi seluruh tubuhnya dengan air maka dia sudah bisa dianggap mandi junub“, misalnya dia lagi junub atau mimpi basah kemudian di depan rumahnya ada kolam (Kolam renang) begitu dia bangun dalam keadaan junub atau mimpi basah dia kemudian niat mandi junub atau mandi besar setelah itu dia lompat dikolam dan menenggelamkan semua badannya sehingga seluruh bagian tubuhnya terkena air setelah itu dia sholat, apakah ini boleh..? Jawabannya boleh karena sebelum terjun ke dalam sumur dia sudah berniat mandi besar.

Jadi yang membedakan lompat ke kolam renang sebagai bentuk kebiasaan atau lompat ke kolam sebagai bentuk mandi wajib adalah niatnya, seandainya sebelum dia lompat ke kolam renang dia tidak berniat mandi junub meskipun seluruh tubuhnya basah dan terkena air maka mandi junubnya tidak sah maka dia harus mandi lagi, jadi ini salah satu fungsi niat.

Contoh yang lain puasa, ada orang yang puasa karena puasa adalah ibadah dan ada orang yang puasa karena diet sehingga tidak ada niat ibadah di dalamnya karena dia hanya ingin menurunkan berat badannya atau alasan kesehatan dan bukan alasan ibadah kepada Allah maka puasa yang seperti itu mungkin dia dapat dietnya dan sehatnya tetapi pahala melakukan puasa dia tidak dapat karena dia berpuasa bukan karena ibadah inilah fungsi niat.

Fungsi yang kedua adalah untuk membedakan antara satu ibadah dengan ibadah yang lainnya, sama – sama ibadah tetapi yang membedakan adalah niatnya, contohnya membedakan antara sholat sunnah dengan sholat wajib, sholat subuh 2 rakaat, sholat sunnah subuh juga 2 rakaat apa yang membedakan bahwa ibadah ini sunnah dan ibadah ini wajib tidak lain adalah niatnya. Sholat jama dhuhur dengan ashar dhuhur 4 rakaat dan ashar juga 4 rakaat cara mengerjakannya sama persis tidak ada perbedaannya lalu bagaimana membedakan bahwa kita sedang sholat ashar dan sedang melaksanakan sholat dhuhur yang membedakan adalah niatnya.

Fungsi yang ketiga: Untuk membedakan atau untuk memperjelas bahwa ibadah atau amalan sholeh yang sedang kita lakukan ini untuk siapa, inilah yang nanti dikaitkan oleh para ulama dengan keikhlasan niat, jadi kita sholat ini untuk siapa, kita duduk dimajelis karena siapa, apakah kita sholat karena di Masjid itu ada calon mertua kita, apakah kita hadir dimajelis ilmu karena kebetulan ada akhwat yang kita senter – senter dan kakaknya ada disamping kita supaya kita dilihat oleh kakaknya sebagai ikhwah yang rajin ke masjid untuk dia beritahu kepada adeknya ataukah kita ingin menuntut ilmu karena Allah Subhanahu wata’ala, kita menghafal Al-Qur’an untuk siapa dan untuk apa, apakah hanya untuk sekedar mendapatkan kebanggaan disebut sebagai hafidz Al-Qur’an atau ingin mendapatkan pahala membaca ayat – ayat Al-Qur’an itulah sebabnya Nabi sebutkan dalam hadist yang sering kita dengarkan tentang 3 jenis manusia yang pertama kali disungkurkan ke neraka Allah Subhanahu wata’ala dan tiga – tiganya bukan penjahat, bukan juga orang kafir, ketiganya ini secara lahiriah melakukan amalan sholeh, disebutkan dalam hadist:

” إِنَّ أَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ لِأَنْ يُقَالَ: جَرِيءٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ، وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ، وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ، وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ، وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ: هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ، وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ، وَأَعْطَاهُ مِنْ أَصْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: مَا تَرَكْتُ مِنْ سَبِيلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيهَا إِلَّا أَنْفَقْتُ فِيهَا لَكَ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ: هُوَ جَوَادٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ، ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ “

“Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab : ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur-an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca al-Qur-an hanyalah karena engkau.’ Allah berkata : ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al-Qur-an supaya dikatakan seorang qari’ (pembaca al-Qur-an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya : ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab : ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman : ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka“. (HR. Muslim, Kitabul Imarah bab Man Qaatala lir Riya’ was Sum’ah Istahaqqannar VI/47 atau III/1513-1514 no. 1905).

Jadi siapapun yang melakukan kebaikan bukan karena Allah maka nanti diakhirat dia akan disuruh oleh Allah untuk minta balasannya kepada orang yang ia niatkan balasannya, jika dia niat datang sholat magrib karena ada calon mertuanya maka nanti diakhirat dia diminta untuk mengambil balasan pahala itu dari mertuanya, orang yang beribadah karena ingin mendapatkan pujian maka tidak bisa lagi mendapatkan pahala diakhirat karena pujian itu sudah dia dapatkan di dunia itulah sebabnya dikatakan dalam hadist:”Kita hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang kita niatkan”, jika kita niatkan untuk dapat surga maka kita dapat surga, jika kita niatkan untuk dapat pujian manusia maka kita dapat pujian itu dan jika kita sudah dapat pujian itu maka selesai dan tidak ada lagi surga, berbeda kasusnya jika kita niat melakukan ibadah karena Allah kita niat ibadah karena ingin mendapatkan surga kemudian gara – gara itu orang memuji kita maka insyaAllah kita tetap dapat surga, tapi jika ibadah niatnya hanya ingin mendapatkan pujian manusia maka ia hanya akan mendapatkan pujian manusia dia tidak akan dapat surganya Allah Subhanahu wata’ala maka sangat penting bagi kita untuk selalu bertanya kepada diri kita terkait dengan point yang ketiga ini untuk siapa sebenarnya saya melakukan amalan ini, untuk siapa sebenarnya saya beribadah.

Secara spesifik dalam hadist ini Nabi mengangkat contoh yaitu hijrah, Nabi berkata:”Siapa yang hijrah karena Allah dan Rasulnya maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasulnya“, artinya dia mendapatkan pahala yang sempurna untuk hijrahnya, itulah sebabnya para ulama mengatakan kenapa dikatakan:”Siapa yang hijrah karena Allah dan Rasulnya maka hijrahnya karena Allah dan Rasulnnya”, dalam hadist ini Allah mengulangi kalimat ini sebagai bentuk penghargaan kepada mereka yang hijrah dengan niat yang ikhlas.

Atau ada seorang wanita yang ia incar – incar atau yang ia ingin nikahi, sebenarnya dia tidak mau hijrah tapi karena wanita yang ia incar telah hijrah maka dia hijrah dengan harapan bisa mendapatkan hati wanita itu maka orang yang seperti ini mungkin dia mendapatkan apa yang ia inginkan maka hijrahnya itu akan mengantarkannya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, dia ingin dapat keuntungan bisnis mungkin dia dapat, dia ingin dapatkan wanita yang ia incar – incar mungkin dia dapatkan tapi hanya itu saja adapun dapat pahala dari Allah, surga dari Allah, tidak usah harap karena hijrahnya bukan karena itu, maka diantara semua pelajaran penting dari hadist ini adalah point yang terakhir ini bahwa setiap kita harus melakukan muhasabah, harus selalu mengintropeksi niatnya kenapa saya lakukan ini dan kenapa saya kerjakan ini apakah sudah karena Allah atau ada yang lain yang ingin saya dapatkan karena ini menjadi dasar diterima atau ditolaknya amal kita jangan sampai kita telah lelahkan diri kita di dunia selama 50 tahun kita berharap bisa menjadi jalan masuk ke surga tetapi ketika kita sampai diakhirat kita seperti orang yang digambarkan oleh Imam Ibnul Qayyim Jauziyah Rahimahullah bahwa orang yang tidak menjaga niatnya itu ibaratnya seperti orang yang melakukan perjalanan jauh kemudian dia mengisi kantongnya atau rangselnya dengan pasir dia pikir sudah mengisi dengan bekal yang tepat begitu dia sampai ditempat tujuannya dia buka pas ketika dia buka dia kira isinya makanan atau minuman namun ternyata isinya pasir, maka orang yang beramal sholeh tanpa keikhlasan niat dia pikir sudah banyak melakukan amalan sholeh dia pikir dia akan selamat diakhirat begitu sampai diakhirat dibuka catatan amalnya semuanya nol, dia pikir sudah sholat, puasa, ibadah namun tidak ada nilainya disisi Allah Subhanahu wata’ala hanya karena dia luput meluruskan niatnya atau luput menjaga niatnya.

Wallahu a’lam bisshowab

Oleh : Ustadz Dr. Ihsan Zainuddin, Lc., M.Si Hafidzahullahu Ta’ala 

@Rabu, 13 Jumadil Awal 1441 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : https://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.