spot_img

Thaharah (Bersuci Dari Najis), Sesi 1

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Thaharah dalam bahasa artinya bersuci, yaitu bersuci dari kotoran, Thaharah terbagi menjadi 2 ada yang disebut dengan Thaharah Hissiyah dan ada yang disebut Thaharah Maknawiah.

Thaharah Hissiyah yaitu bersuci yang sifatnya zhahir adapun Thaharah Maknawiyah yaitu bersuci yang sifatnya batin, keduanya penting dalam agama kita bahkan ayat yang pertama diturunkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam selain surah Al-‘Alaq yaitu surah Al Muddatsir karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menerima wahyu tersebut didalamnya ada perintah bersuci:

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ , وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ

“Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah”. (QS. Al-Muddatsir: 4-5).

Pada ayat yang ke 4 dan ke 5 ini menjelaskan 2 jenis Thaharah yaitu Hissiyah dan Maknawiyah atau dengan kata lain Thaharah yang dzahir dan thaharah yang batin, thaharah yang batin contohnya seperti pakaian, olehnya salah satu syarat sah sholat kita adalah bersih tempat dimana kita akan melaksanakan sholat dan tidak boleh ada najis bahkan pakaian juga harus diperhatikan. Jika kita ingin melaksanakan sholat maka kita harus yakin bahwasanya tidak ada najis yang melekat pada pakaian kita.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melaksanakan sholat bersama dengan para sahabat ketika lagi safar beliau menggunakan khuf (sepatu kulit yang melindungi mata kaki) atau pakai sendal dan itu boleh jika sholat diluar dari masjid tetapi jangan dipakai ketika masuk masjid, Jadi Nabi sementara sholat dan ternyata di sendalnya ada najis dan beliau sementara memimpin sholat, jibril kemudian datang memberitahukan bahwasanya disendal beliau ada najis, apa yang beliau lakukan..?, beliau membuka sandalnya kemudian melanjutkan sholatnya, sahabat yang dibelakang juga ikut buka sendal karena melihat Nabi buka sendal, disini ada faidah yaitu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memutuskan sholatnya, jadi baragsiapa yang sholat kemudian dipakaiannya ada najis dan ia baru tahu setelah sholat maka sholatnya sah dan tidak perlu dia mengulangi sholatnya berbeda dengan hadats adapun hadast yaitu najis dari dalam, hadast terbagi menjadi 2 yaitu hadast besar atau kotoran yang mewajibkan kita mandi wajib adapun hadast kecil bisa dibersihkan dengan cara berwuduh atau bersuci, penyebab hadast kecil seperti ada yang keluar dari dubur atau dubul dari depan atau dari arah belakang, baik air kencing atau buang air besar atau misalkan buang angin maka semua ini membatalkan wuduh dan ketika kita hendak mau sholat maka wajib kita bersuci, dalam hadist Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاةَ أَحَدِكُمْ إذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Allah tidak akan menerima shalat salah seorang diantara kalian jika dia berhadats sampai dia wudhu.” (HR. Bukhari : 6954 dan Muslim : 225).

Ulama kita mengatakan siapa yang tetap sholat dan dia tahu bahwasanya dia hadast maka dia berdosa. Beda dengan najis tadi jika kita tahu maka langsung dibuka kemudian teruskan sholat tetapi klo hadast misalkan sementara sholat buang angin maka yang harus dia lakukan adalah memperbaharui wuduhnya jika yakin keluar hadast tetapi jika ragu – ragu kata Nabi

إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لاَ فَلاَ يَخْرُجَنَّ مِنْ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا

Jika seseorang di antara kalian merasakan ada sesuatu di perutnya yang membuatnya bimbang, apakah ada sesuatu yang keluar darinya ataukah tidak. Maka, dia jangan keluar dari masjid (membatalkan shalat) sebelum mendengar suara atau mencium (bau) angin“. (Muslim, no. 362). Tapi jika yakin buang angin maka dia harus memperbaharui wuduhnya, ini adalah manusiawi biasa terjadi, imam pun demikian biasa buang angin, jadi jika imam mengeluarkan angin maka dia harus memutuskan sholatnya kemudian tarik seseorang yang berada dibelakang menggantikannya menjadi imam kemudian dia pergi memperbaharui wuduhnya, olehnya ini juga pentingnya seseorang yang berdiri dibelakang imam adalah orang yang tau fiqih sholat dan berakal karena terkadang ada kejadian yang seperti ini.

Kisah nyata dijerman beberapa orang masyaikh dia ceritakan langsung ke saya kejadiannya mereka sulit mendapatkan mushallah untuk melaksanakan sholat subuh akhirnya mereka bersepakat sholat di lobby karena tempatnya yang luas dan banyak yang mau sholat, kemudian yang menjadi kendala dimana tempat imam berdiri, akhirnya posisi imam berdiri pas arah kiblat ada tangga lift dan tangga lift itu tidak terpakai karena masih subuh dan manusia pada tidur, imam masuk didalam lift dan pas sujud ada yang tekan tombol diatas akhirnya makmumnya menunggu suara dari imam untuk bangkit dari sujud, mereka kemudian bangkit sendiri dan melihat imam tidak ada, mereka berkata:”Imam kita lagi isra mi’raj”. Dalam kondisi dan keadaan yang seperti ini maka yang harus dilakukan yaitu salah seorang makmum maju menggantikan posisi imam dan meneruskan sholat sebagaimana Umar ketika ditikam maka yang menggantikan beliau menjadi imam adalah Abdurahman bin Uuf dan sholat tidak diputuskan.

Olehnya ketika sedang sholat kemudian berhadast maka tinggalkan tempat dan tidak mengapa berjalan dihadapan orang yang sholat, setelah memperbaharui wuduh kembali sholat karena ini sholat yang mempersyaratkan thaharah.

Sama halnya dengan orang yang lagi thawaf ketika umrah, thawaf mengharuskan dalam keadaan suci, misalnya kita lagi berthawaf pada putaran ketiga buang angin maka yang harus dilakukan adalah pergi berwuduh setelah berwuduh dia harus ke tempat dimana dia buang angin dan lanjutkan jangan lagi dia ulangi dari awal karena jangan sampai ada penyakit buang angin terus maka ia akan disibukkan dengan berwuduh dan terus mengulangi thawafnya.

Inilah islam, Allah menginginkan kemudahan bagi hambanya dan Allah tidak menginginkan hambanya sulit dalam beragama, jika tidak mampu berwuduh karena sakit maka yang harus dilakukan adalah bertayammum, kewajiban para pembesuk atau pendamping pasien membantu dia untuk berwuduh karena terkadang ada pasien yang sakit keras tidak sholat padahal justru ketika dia sakit keras semakin dia menjaga sholatnya karena tidak lama lagi dia akan meninggal, tidak ada yang boleh meninggalkan sholat bagaimana pun kondisi dan keadaannya, jika tidak bisa berwuduh maka diwuduhkan oleh orang yang ada didekatnya, jika dokter mengatakan:”Jangan kena air”, maka tayammum, jika tidak bisa kena debu maka sholat dalam kondisi apapun walaupun tidak dalam keadaan suci ini berlaku kaidah:”Kesulitan itu mengundang kemudahan”, islam jika ada kesulitan dipermudah oleh syariat dan kita diperintah oleh Allah untuk bertakwa sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, Allah berfirman:

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Bertakwalah pada Allah semampu kalian”. (QS. At Taghobun: 16).

Wallahu A’lam Bish Showaab



Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Selasa, 10 Muharram 1439 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : https://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.