Allah Ta’ala telah memuliakan bulan Ramadhan sehingga Ia menetapkannya sebagai bulan yang paling utama, serta menurunkan al-Qur’an al-Karim di dalamnya; Kitab yang tidak dihinggapi kebatilan dari arah manapun, karena diturunkan dari Sisi Sang Mahabijaksana dan Maha terpuji:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“Bulan Ramadhan yang di dalamnya al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk dan penjelasan terhadap petunjuk serta pembeda (antara yang haq dan batil).” (al-Baqarah: 185)
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:
“Allah Ta’ala memuji Bulan Puasa di antara seluruh bulan dengan memilihnya di antara mereka untuk menurunkan al-Qur’an yang agung di dalamnya.” (Lih: Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim 1/292).
Dan karena kita sekarang berada di bulan al-Qur’an, maka sepatutnya kita membaca al-Qur’an ini dengan sebenar-benarnya, mengkajinya serta memperbanyak hal itu, sebagaimana yang dahulu Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan; saat beliau mengkajinya bersama Jibril sekali dalam setahun. Sehingga saat di tahun kematian beliau, beliau memaparkannya kepada Jibril sebanyak 2 kali sebagai upaya untuk menguatkan dan meneguhkan.
Bacaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap al-Qur’an adalah bacaan yang jelas dan tartil, sebagaimana yang diperintahkan oleh Rabbnya:
وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
“Dan tartilkanlah al-Qur’an dengan sebaik-baiknya.” (al-Muzzammil: 4)
Maksudnya: bacalah dengan perlahan disertai dengan tadabbur.
Al-Dhahhak mengatakan: “Bacalah huruf demi huruf.”
Al-Zajjaj mengatakan:“Maksudnya adalah dengan memperjelas semua hurufnya serta memenuhi haknya…” (Lih. Fath al-Qadir 5/443)
Membaca al-Qur’an dengan tartil artinya dengan tajwid; dengan memperjelas huruf-hurufnya, memperbaik makhrajnya dan memperjelas potongan-potongan kalimatnya.
‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya tentang ayat ini, lalu beliau menjawab:
“Yaitu mentajwidkan huruf-hurufnya dan mengetahui tempat-tempat waqf (berhenti yang tepat).”
Lalu diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas juga terkait ayat ini, beliau mengatakan: “(Maksudnya) ia membaca 2-3 ayat lalu berhenti dan tidak menyambungnya.” (Lih. Al-Durr al-Mantsur 6/313)
‘Alqamah mendengarkan seorang pria membaca (al-Qur’an) dengan bacaan yang baik, maka ia mengatakan: “Sungguh ia telah mentartilkan al-Qur’an…”
Lalu Abu Bakr bin Thahir mengatakan:
“(Tartil itu) mentadabburi kelembutan pesannya, menuntut dirimu untuk melaksanakan hukum-hukumnya, hatimu untuk memahami maknanya, dan engkau gembira dengan mendekat padanya.” (Lih. Tafsir al-Qurthubi: 19/38)
Dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ: اقْرَأْ، وَارْتَقِ، وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا، فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا
‘Akan dikatakan kepada pengemban al-Qur’an: ‘Bacalah dan naiklah, dan tartilkanlah sebagaimana engkau mentartilkannya di dunia, karena kedudukanmu (di Surga) pada ayat terakhir yang engkau baca.” (HR. Abu Dawud no. 1466 dan al-Tirmidzi no. 2914, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 8122).
Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha juga menggambarkan bacaan al-Qur’an Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengatakan:
“Beliau jika membaca (al-Qur’an), beliau akan memotong-motong bacaannya seayat demi seayat. Beliau membaca:
‘Bismillahirrahmanirrahim’, lalu berhenti.
‘Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’, lalu berhenti.
Kemudian beliau membaca: ‘al-Rahman al-Rahim’, lalu berhenti.
Kemudian beliau membaca: ‘Maliki yaumiddin’, lalu berhenti.” (HR. Al-Tirmidzi no. 2851, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil no. 343)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajari para sahabatnya bagaimana mentartilkan dan mentajwidkan al-Qur’an; hingga di antara mereka ada yang membaca al-Qur’an dengan indah dan menyejukkan sebagaimana ia diturunkan, berdasarkan persaksian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap mereka, lalu perintah beliau kepada umatnya untuk mengambil al-Qur’an dari mereka. Beliau berkata:
خُذُوا القُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ – فَبَدَأَ بِهِ -، وَسَالِمٍ، مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ، وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ، وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ
“Ambillah al-Qur’an dari 4 orang: Abdullah bin Mas’ud –beliau memulai dengannya-, Salim budak Abu Hudzaifah, Mu’adz bin Jabal dan Ubay bin Ka’ab.” (HR. Al-Bukhari no. 3475 dan Muslim no. 4506)
Bulan Ramadhan adalah kesempatan agung bagi seluruh kaum muslimin untuk membaca al-Qur’an, berkhalwat dengannya, mentadabbur maknanya, dan menyelami ayat-ayatnya.
Sepatutnya kita mengetahui bahwa membaca al-Qur’an itu memiliki beberapa tingkatan –sebagaimana disebutkan para ulama Tajwid-. Sebagian dari mereka membilangnya dalam 4 tingkatan, yaitu:
Tingkatan pertama: Tahqiq; yaitu membaca dengan perlahan dan tenang dengan tujuan mengajarkannya, disertai dengan tadabbur terhadap maknanya serta memperhatikan hukum-hukumnya.
Tingkatan kedua: Tartil; yaitu membacanya dengan perlahan dan tenang tidak dengan tujuan mengajarkannya, namun disertai dengan tadabbur terhadap maknanya serta memperhatikan hukum-hukumnya.
Tingkatan keiga: Hadar; yaitu membacanya dengan cepat namun tetap memperhatikan hukum-hukum (bacaannya).
Tingkatan keempat: Tadwir; yaitu membacanya antara perlahan dan cepat dengan tetap memperhatikan hukum-hukum bacaannya.
Siapa saja dapat membaca al-Qur’an dengan salah satu tingkatan tersebut. Atau di bulan Ramadhan ia menyiapkan beberapa mushaf: 1 mushaf digunakan untuk tingkatan tahqiq, 1 mushaf untuk dibaca dengan tingkatan tartil, 1 mushaf dengan tingkatan hadar, dan 1 mushaf lagi dengan tingkatan tadwir.
Intinya adalah bahwa seseorang membaca al-Qur’an dengan tadabbur, perlahan dan upaya memahaminya, serta menghindari membacanya secara serabutan; agar supaya sang pembaca al-Qur’an bisa mendapatkan pahala-pahala yang besar.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ، وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Siapa yang membaca 1 huruf dari Kitabullah, maka ia mendapatkan 1 kebaikan, dan 1 kebaikan itu (dijadikan) 10 kali lipatnya. Aku tidak mengatakan: ‘Alif Lam Mim’ itu satu huruf’. Namun Alif itu satu huruf, Lam itu satu huruf, dan Mim itu satu huruf.” (HR. Al-Tirmidzi no. 2835, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah no. 3327)
Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai jika al-Qur’an itu dibaca sebagaimana ia diturunkan.” (HR. Al-Sijzy dalam al-Ibanah, dan didhaifkan oleh al-Albani dalam Dha’if al-Jami’ no. 1719)
Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita untuk menaatiNya, serta menjadikan kita termasuk orang-orang yang membaca KitabNya dengan sebaik-baiknya.
Sumber:
https://ramadaniat.ws/zikr/349