spot_img

Tunaikanlah Ibadah Niscaya Allah akan Memberikan Kebahagiaan

mim.or.id –  Salah satu keindahan dan kebahagiaan seorang hamba ialah ketika Allah Subhanahu wa ta’ala memberikan tanggapan yang seimbang terhadap bagaimana seharusnya seorang mukmin dalam ibadahnya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

نفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَٰهِدُوا۟ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah”(QS. At-Taubah: 41)

Allah menyebutkan hal yang menyertai setiap ibadah yang dilakukan oleh seorang mukmin adalah rasa berat dan ini ada dalam beberapa kondisi. Bukan karena Allah mengengajakan itu menjadi berat, namun kondisi hati dan rasa kita itu yang memintanya untuk terlihat seperti berat.

Baca Juga: Allah Maha Pengampun, Bukan Berarti kita Meremehkan Dosa

Kita temukan banyak orang di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melompat untuk jihad, yang sengaja mengejar mati untuk jihad padahal mati tidak dicinta siapapun dalam kehidupan.

Diantara mereka ada yang melempar butiran-butiran kurma pada tangannya untuk segera menjemput surga yang baru disebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia merasa ringan dan seolah tidak takut karena ia mampu mengekang rasa berat itu.

Beberapa nukilan-nukilan dari para ‘Ulama Tafsir, ayat ini turun pada seorang sahabat yang bernama Al-Miqdad. Disebutkan bahwa beliau ketika itu adalah orang yang berbadan besar sehingga ia sering mengeluhkan lamban geraknya dan ini mungkin saja berpengaruh pada gesit-gesit yang diharapkan dalam perang.

Akhirnya ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Makanya ketika perintah itu turun, Ali bin Zaidin An-Anas memberikan tafsirannya kepada ayat ini, “Ringan ataupun berat, kalian sudah tua renta ataupun masih muda belia, Allah tidak mau mendengarkan udzur siapapun hari ini”.

Baca Juga: Fenomena ‘Penipu atas Nama Agama’ kembali Mencuat, Apa Solusi untuk Menangkalnya?

Di dalam diri kita, ada rasa yang kadang menjadi warna menutup ridho kita terhadap sebuah amalan shaleh agar terhalang sampainya jiwa kita menemukan ikhlasnya.

Makanya dalam diri seorang mukmin harus dia letakkan sesuatu yang menjadi alat agar semua halangan untuk menutup sampai dia ke daerah keikhlasannya. 

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.