mim.or.id – Kisah Nabi Shalih ‘Alaihissalam
(Diterjemahkan dan disadur dari kitab Qashash al-quran lil ‘allamah as-sa’dy disusun oleh fayiz bin sayyaf bin as-suraih)
Oleh: Sayyid Syadly
Kaum Tsamud – disebut juga sebagai kaum ‘Aad kedua- bertempat tinggal di wilayah Al-Hijr (Nama tempat tinggal kaum Tsamud di lembah Al-Qura, antara Madinah dan Syam-Syria) dan sekitarnya. Mereka adalah kaum yang memiliki banyak ternak, lahan pertanian, dan ladang yang subur. Kehidupan mereka penuh dengan kemakmuran, hingga mereka membangun istana megah di dataran rendah dan memahat rumah-rumah kokoh di pegunungan.
Namun, mereka malah bersikap sombong terhadap nikmat-nikmat yang telah diberikan Allah Ta’ala dan berpaling dengan menyembah selain-Nya. Maka, Allah mengutus Nabi Shalih ‘alaihissalam, yang berasal dari kaum mereka sendiri dan dikenal dengan keturunan, kehormatan, keutamaan, dan kejujurannya, untuk mengajak mereka kembali kepada Allah Ta’ala.
Nabi Shalih ‘alaihissalam menyeru mereka kepada Allah, meminta mereka untuk mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya dan meninggalkan penyembahan berhala. Beliau ‘alaihissalam mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat Allah dan kisah umat-umat terdahulu di sekitar mereka. Meski demikian, hanya sedikit yang mau mengikuti ajakannya.
Ketika Nabi Shalih ‘alaihissalam mengingatkan mereka dan memberikan bukti serta hujjah tentang kewajiban bertauhid kepada Allah Ta’ala, mereka merasa terganggu, menjauh, dan bersikap sombong. Mereka berkata,
قَالُوا۟ يَٰصَٰلِحُ قَدْ كُنتَ فِينَا مَرْجُوًّا قَبْلَ هَٰذَآ
“Kaum Tsamud berkata, “Hai Shaleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan” (Hud: 62), maksudnya, “Kami dulu menganggapmu sebagai orang yang paling mulia di antara kami, karena kesempurnaan sifat, akhlak, dan perilakumu yang baik.”
Ucapan mereka tersebut adalah pengakuan akan keutamaan dan kebaikan Nabi Shalih ‘alaihissalam sebelum ia menyampaikan dakwahnya. Tidak ada yang membuat mereka mengabaikan kedudukannya kecuali karena seruannya untuk beribadah kepada Allah, meninggalkan penyembahan berhala, dan menuju kebahagiaan abadi. Kesalahan Nabi Shalih di mata mereka hanyalah karena ia menentang tradisi nenek moyang mereka yang tersesat, padahal mereka adalah kaum yang lebih sesat.
Nabi Shalih ‘alaihissalam menunjukkan mukjizat besar sebagai tanda kebenaran risalahnya dan sebagai nikmat untuk seluruh kaum. Beliau berkata, “Inilah unta Allah yang berbeda dari unta lainnya dalam keistimewaan, kemuliaan, dan manfaatnya bagi kalian. Unta ini adalah tanda atas kebenaranku dan luasnya rahmat Rabb kalian. Biarkanlah dia makan di tanah Allah. Rezekinya ada di tangan Allah, dan kalian akan mendapatkan manfaat darinya.”
Unta tersebut minum air di hari tertentu, dan seluruh kaum bisa minum susu dari susunya hingga penuh tempat-tempat minum mereka. Di hari berikutnya, giliran kaum untuk mengambil air.
Unta tersebut hidup di tengah kaum Tsamud sesuai kehendak Allah. Namun, di kota tersebut terdapat sembilan orang yang terkenal jahat, menentang Nabi Shalih ‘alaihissalam dengan keras, mencegah orang dari jalan Allah, dan menyebarkan kerusakan di bumi tanpa memperbaiki keadaan.
Nabi Shalih ‘alaihissalam sudah memperingatkan mereka agar tidak menyakiti unta Allah karena kesombongan mereka dan penolakan terhadap kebenaran. Kemudian, para pemimpin yang jahat ini mengadakan pertemuan untuk sepakat menyembelih unta tersebut. Mereka menunjuk orang paling buruk di antara mereka untuk melakukannya, seperti yang Allah firmankan,
إِذِ ٱنۢبَعَثَ أَشْقَىٰهَا
“Ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka” (Asy-Syams: 12), setelah sepakat dan menunjuknya, mereka mengirimnya untuk menyembelih unta itu, dan dia pun melakukannya dengan restu mereka, bahkan dengan perintah mereka. Tindakan ini menjadi pertanda bahwa kehancuran akan menimpa seluruh kaum Tsamud.
Ketika Nabi Shalih ‘alaihissalam mengetahui hal tersebut dan melihat pemandangan yang mengerikan itu, ia menyadari bahwa azab sudah pasti akan datang, sebab kejahatan kaum tersebut telah mencapai puncaknya, dan tidak ada lagi harapan bagi mereka untuk berubah.
Nabi Shalih ‘alaihissalam berkata,
تَمَتَّعُوا۟ فِى دَارِكُمْ ثَلَٰثَةَ أَيَّامٍ ۖ ذَٰلِكَ وَعْدٌ غَيْرُ مَكْذُوبٍ
“Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.” (QS. Hud: 65) dengan pernyataan ini, ia memberi peringatan kepada semua orang, baik yang dekat maupun yang jauh.
Selama tiga hari itu, sembilan orang jahat tadi bersekongkol untuk melakukan kejahatan yang lebih besar daripada membunuh unta, yaitu untuk membunuh Nabi Shalih.
Mereka berikrar dan berjanji dengan sumpah yang kuat, merencanakan dalam diam karena khawatir akan dibela oleh keluarganya yang terhormat. Mereka berkata,
لَنُبَيِّتَنَّهُۥ وَأَهْلَهُۥ
“Kita sungguh-sungguh akan menyerangnya dengan tiba-tiba beserta keluarganya di malam hari”
Kemudian jika mereka mengira bahwa kita akan membunuhnya, kita akan bersumpah kepada keluarganya bahwa
مَا شَهِدْنَا مَهْلِكَ أَهْلِهِۦ وَإِنَّا لَصَٰدِقُونَ
“Kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan sesungguhnya kita adalah orang-orang yang benar” (QS. An-Naml: 49)
Mereka merencanakan tipu muslihat besar ini, tetapi Allah merencanakan yang terbaik bagi Nabi Shalih. Ketika kesempatan untuk bertaubat telah berlalu, Allah memulai azab-Nya terhadap kaum Tsamud.
Mereka dijadikan contoh pertama untuk umat mereka menuju api neraka. Allah mengirim batu besar dari puncak gunung yang menghantam mereka dan membinasakan mereka dengan cara yang sangat mengerikan.
Setelah tiga hari berlalu, datanglah suara keras dari atas mereka, disertai gempa dari bawah mereka, hingga mereka mati dalam keadaan tak bernyawa. Allah menyelamatkan Nabi Shalih dan para pengikutnya yang beriman, dan Nabi Shalih berpaling dari mereka sambil berkata,
يَٰقَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّى وَنَصَحْتُ لَكُمْ وَلَٰكِن لَّا تُحِبُّونَ ٱلنَّٰصِحِينَ
“Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan risalah Rabbku kepadamu dan aku telah menasihatimu, tetapi kalian tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat” (Al-A’raf: 79).
Sebelumnya: Faedah dari Kisah Nabi Hud ‘Alaihissalam
Selanjutnya: Faedah dari Kisah Nabi Shalih ‘Alaihissalam