mim.or.id – Khutbah jum’at dengan tema ‘Tahun-tahun Menipu’ (Edisi 064, 11 Dzuqa’adah 1446 H) kembali tersaji.
Naskah Selengkapnya:
‘TAHUN-TAHUN MENIPU‘
KHUTBAH PERTAMA
إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.
اللهم صلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ ِبِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّار
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Segala puji tidak henti-hentinya kita ungkapkan hanya kepada Allah Azza wa Jalla, yang selalu melimpahkan rahmat-Nya yang Maha luas untuk kita, termasuk kasih sayang-Nya dalam bentuk hidayah dan petunjuk kebahagiaan kita di dunia hingga ke akhirat.
Semua petunjuk dan hidayah-Nya yang disampaikan melalui Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sepenuhnya dimaksudkan untuk keselamatan dan kebahagiaan kita. Semuanya demi menyelamatkan kita dari berbagai bentuk kesengsaraan yang membinasakan.
Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah!
Lebih dari 1400 tahun yang lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atas bimbingan wahyu dari Allah Ta’ala, telah memberikan sejumlah panduan dan peringatan bagi kita umatnya, dalam berjalan menyelesaikan episode kehidupan kita di dunia ini. Termasuk petunjuk dan panduan beliau dalam menyikapi dan merespon zaman yang terus berganti, hingga akhirnya kita berada di akhir zaman.
Salah satu pesan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang penting untuk selalu kita ingat dan renungkan adalah adalah peringatan beliau dalam hadits ini:
سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ، يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ، وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ، وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ، وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ، وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ ، قِيلَ: وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
Artinya:
“Akan datang pada manusia tahun-tahun yang menipu. Pada saat itu, pendusta akan dianggap benar, sementara orang yang benar justru dianggap berdusta. Pengkhianat justru diberi amanah, sementara manusia yang amanah justru dianggap berkhianat. Dan pada saat itu, (manusia) ‘Ruwaibidhah’ akan berbicara.”
Beliau lalu ditanya: “Dan apa itu Ruwaibidhah?’. Beliau menjawab: “(Dia adalah) orang yang bodoh dan hina (tapi) berbicara tentang urusan orang banyak.”(HR. Ibnu Majah dengan sanad yang hasan).
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Melalui hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kita tentang hari-hari akhir zaman yang dipenuhi dengan penipuan dan kepalsuan. Penipuan dan kepalsuan itu digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui sejumlah fenomena akhir zaman yang harus kita ketahui dan waspadai:
Pertama, fenomena pendusta dan pembohong dianggap benar, tapi sebaliknya orang yang jujur dan benar justru dianggap pendusta.
Sebuah fenomena yang mengerikan, karena parameter dan timbangan berpikir manusia akhir zaman telah berbalik 180 derajat. Kebohongan dianggap sebagai sebuah kebenaran. Kemungkaran dianggap sebagai kebaikan yang ma’ruf. Kemaksiatan dianggap sebagai sebuah kebaikan. Racun dianggap sebagai obat penawar dan penyembuh.
Sebaliknya, kebenaran dianggap sebagai kebatilan. Kejujuran dituduh sebagai kebohongan. Ketaatan kepada Allah justru dianggap sebagai kemungkaran yang harus dibasmi. Nasihat dan amar ma’ruf nahi mungkar dianggap sebagai ikut campur orang lain. Intinya, obat penawar justru dituduh sebagao racun dan sumber penyakit.
Dan itulah fenomena kita hari ini. Banyak orang yang berbicara dusta atas nama agama. Berbicara dusta atas nama agama itu artinya mengatakan sesuatu yang tidak ada landasan argumentasi dan dalilnya dalam Islam, tapi dengan sangat mudah dinisbatkan sebagai ajaran Islam. Asal pandai bicara bersilat lidah di mimbar, asal sesuai dengan selera dan kepentingan kita, kita akan menerimanya, meskipun itu sebenarnya menyesatkan jalan kita.
Banyak orang yang dianggap “ustadz” atau “ulama”, tapi sebenarnya tidak memiliki kualifikasi dan kapabilitas untuk itu. Coba bayangkan, kalau dalam dunia medis misalnya, ada seorang yang mengklaim dirinya sebagai dokter, tetapi membaca literatur dan memahami kaidah-kaidah kedokteran saja ia tidak mampu; apakah Anda berani memberinya tanggung jawab untuk mendiagonsa penyakit Anda, lalu meresepkan obat kepada Anda?.
Lalu bagaimana pula jika itu terkait urusan agama, yang menentukan selamat-tidaknya kita di dunia dan akhirat? Wallahul Musta’an.
Termasuklah fenomena dongeng dan khurafat yang selalu diceritakan di majelis-majelis mereka yang mengaku sebagai keturunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Betapa banyaknya kita melihat mereka ber-Islam justru sangat jauh dari apa yang dicontohkan oleh datuk mereka, Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sayangnya, banyak kaum muslimin yang malas belajar, sangat mudah untuk menerima omongan mereka hanya karena klaim sebagai Ahlul Bait!.
Padahal Islam bukanlah “agama dinasti”. Kebenaran dalam Islam tidak pernah diukur oleh nasab dan garis keturunan. Kebenaran dalam Islam selalu diukur oleh seberapa valid dan benar dalil serta argumentasi kita dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebaliknya, para ustadz dan ulama yang justru mengajak berIslam sesuai dengan garis yang semestinya dianggap sebagai pembohong. Diberikan label dan stigma sesat. Wallahul Musta’an.
Kaum muslimin yang berbahagia!
Selanjutnya yang Kedua, adalaah fenomena pengkhianat yang dianggap amanah sehingga diberikan jabatan dan kedudukan, sementara manusia yang amanah justru dituduh dan dianggap sebagai pengkhianat.
Betapa banyaknya kita menjadi saksi terhadap fenomena ini. Orang-orang yang tidak punya komitmen, tidak punya amanah, justru dianggap layak menerima amanah. Akibatnya terjadilah “kiamat”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan:
(فَإِذَا ضُيِّعَتِ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ). قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ قَالَ: (إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ).
Artinya:
“Maka apabila amanah itu disia-siakan, tunggulah terjadinya kiamat.” (Sahabat) bertanya: “Bagaimanakah amanah itu disia-siakan?” Beliau menjawab: “Jika suatu urusan diberikan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” (HR. Al-Bukhari).
Yang memperparah situasi adalah bahwa di saat yang sama, manusia yang amanah, berintegritas dan kapabel, justru dijauhi dan dianggap pengkhianat. Salah satu contoh yang paling nyata adalah maraknya korupsi di mana-mana. Bahkan hari ini, korupsi cenderung dianggap sebagai sesuatu yang normal dan wajar. Yang baik sudah tertukar menjadi tersangka, sementara yang buruk menjadi pihak yang benar.
Hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan beragama kita. Betapa besarnya kekacauan yang terjadi akibat urusan agama diserahkan kepada yang tidak amanah, yang hanya memperalat agama untuk memperkaya dirinya. Fenomena makam-makam palsu yang dikeramatkan, air minum yang konon dicelup dengan rambut Rasulullah, atau dicelup jari sang keturunan Nabi atau sang kyai adalah contoh paling jelas tentang itu. Yang ternyata ujung-ujungnya adalah duit.
Tidak mengherankan jika pihak-pihak seperti itulah yang paling marah ketika kita mencoba memberi nasihat dan meluruskan cara berpikir umat ke jalan yang lurus. Mereka marah karena jika umat sadar, tentu itu akan merugikan mereka secara finansial.
Begitulah jika para pengkhianat agama justru dijadikan rujukan dan sandaran, Allahul Musta’an.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Kemudian yang Ketiga, adalah fenomena banyaknya orang-orang jahil dan bodoh yang banyak berbicara tentang urusan dan kepentingan orang banyak.
Hari ini, fenomena ini semakin berkembang dengan semakin bebasnya setiap orang untuk menyebarkan konten pikirannya melalui internet. Hari ini, siapapun bisa melontarkan apa yang terlintas dalam pikirannya melalui Youtube, Facebook dan yang lainnya. Tanpa banyak mempertimbangkan benar-tidaknya, bermanfaat-tidaknya itu semua. Bahkan tanpa mempertimbangkan bahwa semuanya akan dihisab pada hari Akhir nanti.
Yang lebih mengerikan lagi adalah bahwa orang-orang jahil dan bodoh, yang ilmunya masih seujung jari itu, berhasil mempengaruhi para subscriber dan penontonnya. Mereka disebut sebagai influencer atau si pemberi pengaruh. Kelihatannya hebat punya subscriber jutaan, tapi sebenarnya itu mengerikan di Akhirat nanti. Hisabnya sangat dan sangat berat.
Inilah fenomena Ruwaibidhah. Fenomena manusia yang baru belajar jalan, modal ilmu masih seujung kuku, pengalaman hidup belum seberapa jauh, tapi berlagak seakan-akan sudah tahu banyak. Wallahul Musta’an.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Inilah sebenarnya salah satu bentuk fitnah atau ujian yang diingatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ujian-ujian zaman ini mengharuskan kita mengambil sikap hati-hati dan tidak ikut-ikutan, kecuali jika kita memiliki bekal ilmu yang cukup. Pada kondisi inilah berlaku prinsip bahwa diam itu emas. Diam itu sikap terbaik, karena tidak semua hal dan peristiwa harus kita ketahui dan harus kita komentari.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهَا سَتَكُونُ فِتْنَةٌ يَكُونُ الْمُضْطَجِعُ فِيهَا خَيْرًا مِنَ الْجَالِسِ، وَالْجَالِسُ خَيْرًا مِنَ الْقَائِمِ، وَالْقَائِمُ خَيْرًا مِنَ الْمَاشِي، وَالْمَاشِي خَيْرًا مِنَ السَّاعِي
Artinya:
“Sungguh akan terjadi fitnah (ujian zaman) dimana orang yang berbaring saat itu lebih baik daripada yang duduk, dan yang duduk saat itu lebih baik daripada yang berdiri, dan berdiri saat itu lebih baik daripada yang berjalan, dan yang berjalan saat itu lebih baik daripada yang bergegas.” (HR. Al-Bukhari)
Hadits ini menunjukkan bahwa semakin minim gerakan dan respon kita terhadap fitnah-fitnah atau ujian-ujian zaman itu, maka semakin baik. Kita lebih menjaga hati, lisan dan tangan kita untuk tidak terlibat dalam hal-hal yang tidak bermanfaat untuk dunia-akhirat kita. Zaman fitnah dan ujian zaman adalah saat dimana kita harus memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.
بَارَكَ اللَّهُ لِيْ وَلَكُمْ فَي القُرْآنَ العَظِيْمِ, وَنَفَعْنِيْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ, قُلْتُ مَا سَمِعْتُمْ وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُؤْمِنِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ للهِ عَلَىْ إِحْسَاْنِهِ ، وَالْشُّكْرُ لَهُ عَلَىْ تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَاْنِهِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَاْ إِلَهَ إِلَّاْ اللهُ تَعْظِيْمَاً لِشَأْنِهِ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْدَّاْعِيْ إِلَىْ رِضْوَاْنِهِ صَلَّى اللهُ عَلِيْهِ وَعَلَىْ آلِهِ وَأَصْحَاْبِهِ وَإِخوَانِهِ.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!
Kehadiran berbagai bentuk fitnah dan ujian zaman itu tidak dapat kita hindari dan elakkan. Tipuan-tipuan yang hadir dalam perjalanan dunia ini memang sudah menjadi tabiat kehidupan dunia, yang memang sejak awal diciptakan sebagai ujian bagi kita.
Karena itu, cara utama untuk bisa memahami, mengenali dan menghindari tipuan-tipuan zaman dalam berbagai bentuknya adalah dengan ilmu syar’i yang benar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ أَيَّامُ الْهَرْجِ، يَزُولُ فِيهَا الْعِلْمُ وَيَظْهَرُ فِيهَا الْجَهْلُ
“Menjelang terjadinya Hari Kiamat akan ada hari-hari yang kacau balau. Saat itu ilmu akan hilang, dan kebodohan semakin tampak.” (HR. Al-Bukhari).
Maka di sini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, bahwa kebodohan dan ketidaktahuan tentang bagaimana menghadapi ujian akhir zaman itu disebabkan hilangnya ilmu syar’i yang benar. Yang ada hanyalah pengkhianat dan pendusta berkedok agama, yang hanya bisa dihadapi dengan ilmu yang benar.
Karena itu, marilah terus menjaga tradisi belajar Islam kita, dengan menjaga sumbernya tetap bersih dan murni dari al-Qur’an dan al-Sunnah, dengan menjaga metodologinya seperti metodologi para Sahabat dan generasi al-Salaf al-Shalih.
إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَـٰۤىِٕكَتَهُۥ یُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِیِّۚ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَیۡهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ . وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،فِي العَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،يَا سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ
اَللَّهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ غَزَّةَ، اَللَّهُمَّ احْفَظْهُمْ بِحِفْظِكَ، وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ، وَارْزُقْهِمْ مِنْ حَلاَلِكَ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى الْيَهُوْدِ الْغَاصِبِيْنَ وَمَنْ عَاوَنَهُمْ فِيْ عُدْوَانِهِمْ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
رَبَّنَا تَقَبَّل مِنَّا وَقِيَامَنَا وَسَائِرَ أَعمَالِنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَ لْمُسلِمِين وأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَ المُشْرِكِينَ وَأَعدَاءَكَ يَا عَزِيزٌ يَا قَهَّارٌ يَا رَبَّ العَالَمِينَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ