spot_img

AR-RAJA’ (Pengharapan) Silsilah Amalan Hati Sesi 3

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Sebagian ulama kita menyebutkan:”Ada beberapa kondisi dan keadaan terkadang Al-Khauf lebih dominan dari pada Ar-Raja’, dan dalam kondisi yang lain terkadang Ar- Raja’ harus lebih dominan dari pada Al-Khauf”. Adapun kondisi Ar- Raja’ harus lebih dominan dari pada Al-Khauf disebutkan oleh para ulama kita diantaranya:

  1. Ketika Ajal Seseorang Telah Dekat

Dalam hadist Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:”Aku tergantung persangkaan hambaku kepadaku”, dalam riwayat hadist yang lain Allah berfirman:”Hendaknya hambaku berprasangka kepadaku sesuai dengan yang ia inginkan”.

Jika kita berprasangka baik kepada Allah Subhanahu wata’ala maka Allah akan memberikan sesuai dengan apa yang kita prasangkakan kepadanya, jadi Ar- Raja’ harus lebih dominan dari pada Al-Khauf ketika seseorang dalam kondisi dan keadaan hampir meninggal dunia untuk kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala, misalkan dia sakit keras diakhir – akhir hidupnya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan dalam hadist, Jabir berkata:”Saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam 3 hari sebelum beliau meninggal, beliau berkata:”Janganlah salah seorang kalian itu meninggal kecuali dia berbaik sangka kepada Allah Subhanahu wata’ala”, Jadi ini dibutuhkan ketika dalam keadaan sakit keras atau dalam keadaan sekarat. Imam Nawawi Rahimahullah berkata:”Diantara sesuatu yang disunnahkan yaitu mengingatkan orang yang sedang sekarat atau orang yang sakit keras untuk berbaik sangka kepada Allah Subhanahu wata’ala dan menyebutkan jasa – jasa atau mengingatkan kebaikannya“. Tidak mengapa jika dalam keadaan dan kondisi demikian agar ia berbaik sangka kepada Allah Subhanahu wata’ala dan ia mati dalam keadaan dan kondisi seperti itu, ini diantara adab yang kata para ulama kita disepakati bahwa ia adalah sesuatu yang disunnahkan.

Oleh karenanya sebagian Salafussholeh Rahimahullah mereka berpesan kepada anaknya:”Nak, jika nanti saya sakit keras atau dalam kondisi dan keadaan menjelang sakaratul maut atau saat sakaratul maut bacakan kepadaku ayat – ayat rahmah”, di dalam Al-Qur’an ada ayat – ayat azab dan ada ayat – ayat rahmah. Tujuan dibacakan ayat rahmah agar ia mengingat betapa luasnya rahmat Allah Subhanahu wata’ala sehingga ia berbaik sangka kepada Allah Subhanahu wata’ala. Jangan sampai selama hidupnya ia banyak melakukan maksiat kepada Allah dan pelanggaran kemudian ia merasa bahwa Allah tidak merahmatinya dan mengampunkan dosanya, namun ketika diingatkan bahwasanya rahmat dan ampunan Allah Subhanahu wata’ala sangatlah luas ia kemudian mengharap rahmat dan ampunan Allah Subhanahu wata’ala, jadi sekali lagi ini ketika dalam keadaan dan kondisi sakit keras atau sekarat.

Diantara contoh yang lain sebagaimana Imam Syafii Rahimahullah ketika beliau sakit keras, sakit yang menjadikan beliau meninggal dunia, beliau dijenguk oleh seseorang, Imam Syafii ditanya:”Bagaimana kondisi anda wahai Abu Abdillah.?”, beliau berkata:”Kondisi dan keadaan saya bersiap – siap untuk bepergian untuk berpisah dengan saudara-saudaraku dan meminum gelas kematian dan untuk menjumpai buruknya amalanku selama aku hidup dan untuk berjumpa dengan Allah Subhanahu wata’ala, dan saya tidak tahu apakah ruh ini akan kembali ke surga dan saya berjumpa memberikan ucapan selamat kepadanya atau ruh ku masuk ke dalam neraka kemudian saya menyampaikan ta’siah kepadanya.?. Beliau kemudian menangis dan mengucapkan beberapa bait syair dengan berkata:”Ketika hatiku telah menjadi keras dan kondisiku dalam keadaan yang sempit, maka saya menjadikan pengharapanku adalah senjata bagiku, dan mengharapkan ampunanmu sebagai tangga kepadamu, dosa – dosaku begitu banyak namun ketika saya mengingat dan membandingkannya dengan ampunanmu wahai tuhanku, saya semakin tahu sesungguhnya ampunanmu lebih besar dari seluruh dosa yang pernah saya lakukan”.

Mengapa dalam kondisi yang seperti ini rasa pengharapan lebih dominan dari pada rasa takut..? Imam Nawawi berkata:”Ketika alamat kematian itu telah dekat, maka pengharapan harus lebih dominan dari pada rasa takut karena pada waktu itu orang tersebut tidak lagi memikirkan untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wata’ala”. Ketika seseorang kematian telah jelas di depan matanya apakah dia masih berfikir untuk bermaksiat kepada Allah Subhanahu wata’ala tentu tidak, kecuali orang – orang yang ketika waktu hidupnya rajin bermaksiat, maka ia di matikan dalam keadaan dan kondisi demikian bermaksiat kepada Allah walaupun kematian telah berada di depan matanya.

Dalam kondisi normal tidak ada seorang pun yang ingin mati dalam keadaan bermaksiat kepada Allah Subhanahu wata’ala sehingga pengharapan harus lebih dominan. Andaikan ada diantara kita yang diberitahu:”Sebentar lagi engkau akan meninggal dalam waktu 1 jam, apakah orang ini masih kembali ke rumahnya, mungkin dia akan memperbanyak membaca Al-Qur’an dimasjid, mengerjakan sholat, memperbanyak berdzikir, memperbanyak taubat menunggu kematian”. Semoga Allah mematikan kita dalam kondisi dan keadaan husnul khatimah.

  1. Dibutuhkan Ar-Raja lebih dominan dari pada Al-Khauf ketika ada perasaan putus asa dengan dosa – dosa yang telah dilakukan, terkadang syaithan datang dari pintu tersebut. Oleh karenanya berhati – hatilah dari 2 senjata syaithan, diantara 2 senjata syaithan adalah Menanamkan rasa putus asa didalam hati dan menunda – nunda taubat, adapun yang pertama menanamkan rasa putus asa didalam hati:”Misalkan syaithan datang kepadanya dan mengatakan:”Dosamu telah banyak, engkau hanya mempermainkan taubat maka tidak usah kembali lanjutkan saja untuk berbuat dosa, tidak ada lagi harapan dosamu diampuni oleh Allah Subhanahu wata’ala”. Kata para ulama kita:”Barangsiapa yang menyangka dan mengira bahwasanya ada dosa yang lebih besar dari rahmat dan ampunan Allah, maka persangkaan itu adalah dosa besar bahkan sampai kesyirikan dan kekufuran kepada Allah Subhanahu wata’ala“. Ketika Allah menyebutkan orang – orang kafir yang menyekutukan Allah Subhanahu wata’ala, diakhir ayat Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

أَفَلا يَتُوبُونَ إِلَى اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya ?. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Maidah : 74).

Dalam ayat yang lain, Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang“. (QS. Al-Furqan : 68-70).

Sebab turun ayat ini adalah ketika seseorang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, orang ini telah tua renta dengan seluruh rambut telah beruban dan alisnya berwarna putih sudah berguguran, dia menyampaikan dosa -dosa yang pernah ia kerjakan kepada Rasulullah, Rasulullah berkata:”Engkau bersaksi bahwasanya tidak ada tuhan selain Allah yang berhak disembah dan aku adalah utusan Allah”, ia kemudian berkata:”Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan engkau adalah rasul utusan Allah”, Rasulullah berkata:”Allah mengampunkan semua dosa-dosamu dalam sekejap“, ia sempat bertanya:”Lalu bagaimana dengan masa silamku dahulu Ya Rasulullah dimasa jahiliyah yang tak mungkin satupun dosa kecuali aku melakukannya”, maka turunlah firman Allah Subhanahu wata’ala dalam surah (QS. Al-Furqan : 68-70) diatas. Orang tua ini kemudian pergi meninggalkan Rasulullah dan berkata:”Allahu Akbar, Allahu Akbar betapa luasnya rahmat Allah Subhanahu wata’ala”.

Wallahu A’lam Bish Showaab



Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Kamis, 12 Rajab 1439 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : https://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

ID LINE :  http://line.me/ti/p/%40nga7079p

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.